Liputan6.com, Jayapura - Tak butuh waktu lama, Arnold (30 tahun) warga Jayapura sudah berhasil disunat. Tidak sakit dan hanya membutuhkan waktu sekitar 5-7 menit.
"Saya enjoy,” kata Arnold ketika ditemui di Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura, Selasa (5/4/2016).
Arnold bersama dengan 167 orang lelaki dewasa yang kebanyakan warga asli Papua secara sukarela mendaftarkan diri untuk sirkumsisi atau sunat modern dengan menggunakan alat prepex.
“Mumpung gratis dan lokasi sirkumsisi ada di Jayapura, maka saya sengaja untuk mendaftar. Pengetahuan sirkumsisi ini sudah saya dapatkan beberapa tahun lalu dan hari ini adalah eksekusi untuk saya,” kata Arnold sambil tersenyum malu.
Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Provinsi Papua Constant Karma menyebutkan sirkumsisi hari ini adalah kelanjutan sirkumsisi tahap sebelumnya yang dilakukan pada Juni 2015.
Dia mengaku termasuk orang pertama yang melakukan sirkumsisi tahap pertama, disusul dengan mantan Bupati Keerom Yusuf Wally dan beberapa pejabat lainnya. Sejumlah wartawan di Jayapura juga ikut sirkumsisi.
"Tidak sakit sunat ini, kenapa harus takut? Demi kesehatan kami melakukan sunat ini. Untuk tahap kedua, ada ratusan yang mendaftar," katanya.
Baca Juga
Hingga sore baru ada 60 orang yang telah disirkumsisi. Karma mengatakan pihaknya membuka sunat gratis hingga 9 April nanti.
Untuk tahap kedua ini, KPA Papua telah memesan 6000 alat prepex dan 3000 alat sudah ada di Jayapura. “Ini murni gratis, tak dipungut biaya apa pun karena semua biaya dari pemerintah,” ujar Karma.
KPA Papua menyatakan minat sunat modern bagi lelaki dewasa di Papua dengan prepex sangat tinggi. Salah satunya karena sosialisasi yang dilakukan selama 6 tahun belakangan ini.
Pada tahap pertama, antusias warga di Jayapura dan Manokwari-Papua Barat cukup tinggi, lalu disusul Paniai dan Wamena.
“Tak hanya pria dewasa yang datang sendiri, tetapi banyak ibu-ibu atau pasangan si pria dewasa yang ikut mengantarkan untuk sirkumsisi. Ini salah satu bentuk dukungan juga bagi yang berminat untuk sunat,” katanya.
Cara Kerja Prepex
Sunat dengan alat prepex dapat dilakukan untuk anak 15 tahun ke atas. Cara kerja alat ini sangat sederhana. Pertama diawali dengan membersihkan penis, kemudian diukur penisnya untuk diketahui ukuran dalam pemakaian cincin. Setelah ujung penis dibaluri krim anastesi untuk membuat kekebalan kulit dan mencegah rasa geli, selanjutnya dipasang perpex yang berbentuk dua buah cincin.
Cincin pada prepex terdapat warna hitam dan putih. Cincin warna putih dimasukkan di bagian dalam kulit penis, kemudian cincin hitam ditempatkan pada kulit luar. Cincin tersebut akan menjepit kulit penis, sehingga mematikan aliran darah, saraf, nutrisi makanan ke kulit penis yang akan terpotong dengan sendirinya.
Dengan terhentinya aliran darah, saraf dan nutrisi ke kulit tersebut, dengan sendirinya kulit akan mati. Lalu, jika kulit mati itu dipotong tak akan terasa sakit dan mengeluarkan darah.
“Setelah kulit mati dipotong, maka pasien dapat beraktivitas seperti biasanya," kata dokter Suwardi di tempat yang sama.
Prepex juga memiliki ukuran cincin mulai dari A hingga D. Untuk sirkumsisi di Papua, kebanyakan menggunakan cincin C-D. Cincin A merupakan ukuran terkecil, sementara E merupakan ukuran terbesar.
Advertisement
Sosialisasi Sunat
Provinsi Papua merupakan provinsi pertama melakukan sirkumsisi prepex di Indonesia. Untuk tahap awal, Papua diberikan jatah 1800 unit prepex dari Bill Clinton Foundatioan melalui CHAI (Clinton Health Access Initiative). Dengan keberhasilan sirkumsisi tahap awal lalu, Papua mendapatkan jatah kembali dari lembaga donor sekitar 10 ribu prepex.
Sirkumsisi prepex dibantu oleh empat dokter yang telah mengikuti pelatihan di Rwanda dan dibantu empat orang mantri. Nantinya para dokter dan mantri ini akan berkeliling memberikan pelatihan kepada petugas medis lainnya.
“Untuk sementara prepex ini belum diperjualbelikan. Prepex diproduksi untuk memenuhi program dengan tujuan dapat menekan penyebaran HIV AIDS," tutur Karma.
KPA Papua terus melakukan sosialisai sirkumsisi hingga saat ini, dimulai sejak enam tahun lalu. Pada tahapan awal sosialisasi, masyarakat Papua menolak sirkumsisi.
Namun dengan sejumlah pendekatan dari tokoh agama termasuk missionaris, tokoh adat hingga pihak sekolah, akhirnya sirkumsisi mulai dapat diterima dengan baik. Pemahaman sirkumsisi bagi masyarakat Papua yang penduduknya mayoritas beragama Kristen sangat berbeda.
"Tetapi dengan pendekatan dari sejumah pihak, hasilnya dapat dirasakan hari ini. Kami hanya ingin meyakinkan masyarakat Papua bahwa sirkumsisi penting untuk kesehatan dan kebersihan,” tutur Karma.
KPA Papua mencatat di sirkumsisi tahap awal ada 411 pria Papua yang berhasil di sirkumsisi dan diharapkan pada tahapan kedua ini jumlahnya dapat lebih meningkat.