Sukses

Anak-anak Autis Perangkai Bunga Kertas Rafflesia

Melatih anak-anak autis butuh kesabaran dan ketenangan.

Liputan6.com, Bengkulu - Siang itu, dua anak autis, Muhammad Yunus (17) dan Herlina (9), terlihat meremas tumpukan koran yang sudah dibasahi dengan air. Mereka perlahan meneteskan lem kertas dan membentuknya menjadi bunga Rafflesia.

Ikon Provinsi Bengkulu itu lalu dijemur hingga kering dan diwarnai persis dengan warna asli puspa langka yang sudah dikenal dunia yang berasal dari Bengkulu.

Yunus dan Herlina adalah dua siswa sekolah autis Bengkulu. Dengan keterbatasan gerak motoriknya, kedua anak itu dibimbing untuk bisa berkreasi sambil mencari kesibukan yang bisa menghasilkan sesuatu.

Menurut Suhaimi, guru pembimbing sekolah autis, untuk melatih anak-anak autis itu dibutuhkan kesabaran dan ketenangan. Sebab, gangguan perkembangan membuat anak penderita autis gampang kaget dan bisa menimbulkan reaksi berlebihan.

"Kita berupaya melatih daya refleks dan melatih gerakan motorik mereka," ujar Suhaimi di Bengkulu, Rabu (6/4/2016).

Sekolah Autis Center Bengkulu saat ini menampung 68 anak. Sekolah yang diresmikan Presiden SBY pada 2014 itu, hingga saat ini belum memiliki dokter anak maupun psikiater.

Evandri, salah seorang tutor mengaku mereka terpaksa meminta bantuan dokter kejiwaan dari Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Bengkulu jika ada anak yang mengamuk dan butuh penanganan khusus.

Bahkan untuk meredam kondisi anak yang sudah tidak terkontrol, mereka tidak jarang memberikan obat penenang yang seharusnya diberikan untuk para pecandu narkoba yang sedang sakau.

"Kami tidak tahu nama obatnya, yang jelas setelah mengonsumsi obat itu mereka bisa tenang," ujar Evandri.

Koordinator relawan muda Bengkulu Hero Azhari mengatakan, butuh perhatian serius untuk menangani persoalan terkait autis  ini. "Kita dorong pemerintah daerah untuk bertanggung jawab," kata Hero.