Sukses

Terjerat Perangkap, Bayi Beruang Madu Ngambek Ogah Makan

Beruang madu itu diperkirakan masih berusia sekitar 5 bulan.

Liputan6.com, Padang - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat menyelamatkan bayi beruang madu berusia sekitar 5 bulan. Bayi beruang itu sempat terjerat perangkap warga di Sungai Landai, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.

"Kita peroleh dari warga yang menyerahkannya ke pihak TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat) karena mereka tidak punya fasilitas, diserahkannya ke kita," kata Kasat Polisi Hutan BKSDA Sumbar Zulmi Gusrul, pada Liputan6.com, Rabu, 6 April 2016.

Bayi beruang madu itu menderita cedera ringan di bagian kaki akibat jerat perangkap. Ia juga mengalami stres akibat perjalanan dua jam dari Solok Selatan menuju Padang, tempat rehabilitasi BKSDA Sumbar. Hal itu membuatnya tak mau makan.

"Awalnya agak kurang sehat, tadi sudah mulai mau makan. Mungkin stres karena terjerat perangkap dan perjalanan ke Padang," kata Zulmi.

Ia belum memastikan berapa lama hewan yang dilindungi itu menjalani rehabilitasi. Jika dilihat dari kondisi, lanjut Zulmi, masih terlalu berisiko untuk melepas hewan itu ke alam liar.

"Masih terlalu kecil dan rawan untuk melepasnya kembali. Mungkin kita tunggu agak besar baru dilepaskan. Itu pun tergantung kebijakan kepala balai (BKSDA). Kita lihat dulu perkembangannya," kata dia.

Menurut catatan Institution Conservation Society (ICS), konflik beruang dengan warga di kawasan Sungai Landai, terbilang sering terjadi. Direktur ICS Salpa Yanri mengaku sering dilapori warga tentang gerombolan beruang masuk ke perkampungan.

"Kita sering menangani ini. Biasanya kita usir dengan membunyikan meriam (buluh)," kata Salpa pada Liputan6.com.

Ia mengatakan, buruknya kondisi habitat hewan tersebut di TNKS dan Hutan Lindung Batang Hari mendorong mereka keluar dari sarang hingga memunculkan konflik dengan warga. Hal itu dipicu adanya alih fungsi lahan dan pembalakan liar (illegal logging).

"Aktivitas manusia pun sudah masuk ke dalam kawasan TNKS dan Hutan Lindung, ini yang menyebabkan hewan ini ke luar," ujar dia.

Data Invalid

Meski belum ada data valid, Salpa meyakini populasi beruang madu di TNKS dan Hutan Lindung Batang Hari masih terbilang besar dibanding jumlah Harimau Sumatera. Pihaknya masih sering menemukan cakaran hewan buas itu saat dua kawasan tersebut.

"Kita memang belum pernah mendata, tapi perkiraan kita populasinya cukup besar. Masih sering tertangkap kamera," kata Salpa Yanri.

Pihaknya kini justru mencemaskan populasi Harimau Sumatera yang kian sedikit. Salpa menduga, penurunan populasi Harimau Sumatera berdampak pada membaiknya populasi Beruang Madu di Solok Selatan. "Macan Dahan populasinya kita perkirakan paling banyak," imbuh dia.

Hal yang sama juga diakui peneliti di Zoological Society of London, Yoan Dinata. Sejauh ini, pihaknya belum pernah melakukan survei terkait populasi Beruang Madu di TNKS dan hutan lindung di Sumbar.

"Menurut perkiraan saya, jumlahnya tidak sampai ribuan, tapi ratusan," kata Yoan Dinata.

Data IUCN, beruang madu yang bernama latin Helarctos malayanus tercatat sebagai hewan yang terancam punah. Populasi beruang terkecil di dunia itu tersebar di hutan tropis di Asia Tenggara. Di Indonesia, beruang madu mendiami hutan di Sumatera dan Kalimantan.