Liputan6.com, Jayapura - Sekitar 700 orang yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Pemuda dan Masyarakat Papua mendesak Pemerintah Papua untuk membuat KTP khusus orang asli Papua. KTP itu guna pengenalan identitas dan jati diri orang asli Papua.
Tuntutan itu disampaikan dalam rangka penolakan program transmigrasi di tanah Papua. Tak berhenti di situ, massa meminta pemerintah membuat Perda untuk memproteksi orang asli Papua.
Menurut mereka, perusahaan yang beroperasi di Papua semestinya mempekerjakan lebih banyak warga asli. Komposisinya setidaknya antara 70 sampai 90 persen.
"Kami minta dalam jangka waktu singkat tak lagi mendatangkan penduduk baru dari luar Papua, dengan tujuan tak jelas atau untuk tinggal di seluruh wilayah Papua," kata koordinator aksi Miles Wenda, di Kantor Gubernur Papua, Rabu, 6 April 2016.
Baca Juga
Kecemburuan sosial antara masyarakat umum transmigrasi dengan warga asli Papua kerap menjadi alasan penolakan program transmigrasi di tanah Papua. Alasan lain yang dikemukakan adalah adanya kepentingan pemangku politik. Tapi, tak semua warga Papua sependapat.
"Penolakan transmigrasi ini tak masuk akal. Dengan masuknya transmigrasi di Papua, justru banyak hal yang didapat antara kedua kelompok warga ini. Salah satunya, saling bertukar ilmu dan pengalaman," kata Ketua Dewan Adat Keerom, Herman Yoku.
Kabupaten Keerom menjadi salah satu kabupaten yang terbuka adanya program transmigrasi. Selain efektif dalam upaya pemerataan penduduk, transmigrasi dianggap membuka lapangan pekerjaan baru dengan cara membuka lahan bercocok tanam untuk swasembada pangan.
Herman juga menganggap transmigrasi sebagai salah satu jalan pengentasan kemiskinan di tanah Papua. Melalui program transmigrasi itu, masyarakat lokal setempat juga diajarkan bagaimana mengelola tanahnya dan mengubah pola hidup mereka. Misalnya, dari perambah ke peramu atau nomaden menjadi pola hidup yang menetap.
"Tanah yang tadinya tak produktif, dengan adanya transmigran yang hidup berdampingan dengan penduduk lokal, bisa membuka keterisolasian," kata Herman yang juga menjadi salah satu pencetus transmigrasi di Papua.