Liputan6.com, Manado - Pada hari terakhir batas waktu yang diberikan kelompok Abu Sayyaf untuk menyerahkan uang tebusan, rumah keluarga kapten Kapal Brahma 12, Peter Tonsen Barahama, di Kelurahan Bailang, Kecamatan Tuminting, Manado, Sulawesi Utara, dipenuhi kerabat.
"Banyak keluarga yang datang dari Tandurusa Bitung. Mereka juga ingin mengetahui perkembangan terakhir nasib Peter dan kawan-kawan," ujar Sofitje Salemburung, ibu Peter, Jumat (8/4/2016) siang.
Rumah milik adik Sofitje yang terletak di pinggir sungai itu sejak pagi hari sudah ramai. Ada yang duduk-duduk di depan rumah. Yang lainnya sibuk memasak di dapur.
"Ada yang menganggap anak kami sudah meninggal. Tapi saya yakin Peter akan selamat," ucap Sofitje.
Baca Juga
Sofitje dan suaminya, Charlos Barahama, lebih banyak menonton televisi. Mereka mengikuti perkembangan upaya pembebasan anak mereka dari kelompok Abu Sayyaf lewat pemberitaan.
"Yah, masih simpang siur. Tapi kami masih yakin kuasa Tuhan akan selamatkan anak kami," ujar pensiunan guru itu.
Ia menyatakan selain perkembangan dari media, pihak keluarga juga terus berkomunikasi dengan anak tertua mereka di Jakarta. "Kita juga kontak terus Sam yang berada di Jakarta," ujar Sofitje.
Selain Peter, dua ABK Brahma 12 yang berasal dari Sulawesi Utara adalah Alfian Repi dan Julian Pilip. Keluarga Alfian sudah menetap di Jakarta, sementara keluarga Julian tinggal di Kabupaten Minahasa, Sulut.
Peter dan sembilan ABK Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf sejak, Sabtu, 26 Maret 2016 lalu. Beberapa waktu lalu, kelompok penyandera menuntut uang pengganti kebebasan para ABK sebesar 50 juta peso atau setara Rp 14,2 miliar. Batas waktu yang diberikan untuk penyerahan uang tebusan itu, Jumat, 8 April 2016.