Sukses

Tragedi Manusia Perahu Dalam Kenangan Biksu

Pada masa akhir era manusia perahu di Pulau Galang, meletup tragedi kemanusiaan di kalangan pengungsi.

Liputan6.com, Batam - Sudah 18 tahun manusia-manusia perahu para pengungsi dari Vietnam meninggalkan kamp pengungsian di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Rentetan peristiwa itu masih terbayang oleh Biksu Se Ta Ceh, 81 tahun.

Se Ta Ceh adalah seorang biksu sekaligus relawan dari Tanjung Pinang, Kepri. Dia menjadi relawan spiritual untuk mendampingi para pengungsi.

"Pada tahun 1975 saya ditunjuk pemerintah Indonesia  sebagai relawan spritual untuk pengungsi Vietnam di pulau Galang," kata Se Ta Ceh di Vihara Kamp Vietnam kepada Liputan6.com, Minggu (10/4).

Dia mengisahkan, pengungsi datang pada 1975, diawali dengan terdamparnya 75 orang di Pulau Bintan. Mereka ditampung di Vihara Tanjung Pinang. Selanjutnya pengungsi lain berdatangan.

"PBB melaui Pemerintah Indonesia resmi menunjuk pulau Galang sebagai tempat pengungsi mencari suaka," tuturnya.

Semenjak itu ratusan hingga ribuan pengungsi singgah di Galang. Mereka  datang dan  pergi  bergantian.  Pada masa itu  se Ta Ceh aktif sebagai relawan spiritual mengisi siraman rohani  di Vihara.

Namun itu tidak berlangsung  lama semenjak PPB melarang warga setempat untuk berinteraksi dengan pengungsi. Hal itu untuk mengantisipasi penularan wabah penyakit yang dibawa para pengungsi.

"Semenjak dilarang saya hanya bisa masuk ke pengungsian satu atau dua minggu sekali, itu pun kalau ada bantuan masuk," kata biksu.

Jejak Manusia Perahu Vietnam di Pulau Galang. (Liputan6.com/Ajang Nurdin)

Kemudian pada masa tahun 1995 pemerintah Indonesia meminta kepada PBB melaui UNHCR (United Nation High Comissioner for Refugees) agar Pulau Galang dikosongkan dari pengungsi.

"Terakhir sisanya tahun 1996 sebanyak 6000 orang pengungsi vietnam menolak untuk di pulangkan ke negaranya karena menganggap a masih terancam," kata Se Ta Ceh.

Pada masa itu, kata dia, kejiwaan banyak pengungsi terganggu. Sehingga terjadi peristiwa-peristiwa tragis seperti pentyiksaan, pemerkosaan, hingga bunuh diri.

"Akhirnya peristiwa itu dapat diredam dan aparat keamanan," kata biksu.

Pada akhir 1996 kamp pengungsian di Pulau Galang sudah dikosongkan. Jejak-jejak manusia perahu di pulau itu masih tersisa hingga kini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.