Sukses

Tangkapan Narkoba di Medan Bisa Hancurkan 10 Juta Jiwa

Tangkapan hasil operasi pemberantasan narkoba BNN di Medan terdiri dari 20 kilogram sabu, 50.000 ekstasi dan 6.000 happy five.

Liputan6.com, Medan - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso menyebutkan Kota Medan saat ini menempati ranking 2 nasional dalam peredaran narkoba. Hal itu didasarkan jumlah kasus yang terungkap dan peta peredaran narkoba di kota tersebut.

"Nomor 1 Jakarta dari evaluasi operasi yang kita lakukan. Medan ranking dua karena banyak pengungkapan dan peredarannya juga banyak di sini," kata Buwas di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (11/4/2016).

Kasus terbaru adalah sindikat pengedar narkoba internasional yang dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lubuk Pakam, Sumatera Utara. Dari pengungkapan itu, BNN mengamankan lima tersangka dan menyita berbagai jenis narkoba yaitu 20 kilogram sabu, 50 ribu ekstasi dan 6.000 happy five.

"Barang bukti pertama kali disita dari pelaku bernama Achin, yang kita sebut sebagai ratunya. Kita juga mengamankan TG, orang yang mengendalikan narkoba dari dalam Lapas di Lubuk Pakam," tutur Buwas.

Buwas mengungkapkan kasus bermula dari informasi yang didapat BNN tentang adanya narkotika yang masuk dari Malaysia ke Indonesia. Paket barang haram itu diterima Achin dan HND yang berfungsi sebagai kurir TG. Keberadaan Achin diketahui saat bertransaksi di sebuah pusat perbelanjaan di Jalan Gatot Subroto, Medan.


Achin, lanjut Buwas, sempat kabur hingga menabrak beberapa pengunjung di pusat perbelanjaan itu. Polisi berhasil menyetop langkah Achin dengan tembakan pada kaca mobilnya.

"Akhirnya, Achin tertangkap di Komplek Balai Latihan Kerja, kilometer 7,8 Kecamatan Medan Sunggal," ujar Buwas.

Saat diinterogasi, Achin mengungkap keterlibatan pelaku lainnya berinisial HND, JT dan AH. Petugas langsung menuju rumah HND yang berada di Komplek City Residence nomor A-18. HND sempat kabur dan petugas hanya berhasil menangkap JT dan AH serta mengamankan barang bukti narkoba, yaitu 20 kilogram sabu, 50.000 ekstasi dan 6.000 happy five.

"Pelaku HND terus kita buru, dan berhasil ditangkap di Ujung Pandang," kata Buwas.

Mantan Kabareskrim Mabes Polri itu menerangkan, tersangka TG selaku penggerak peredaran narkoba dari dalam Lapas Lubuk Pakam merupakan tahanan narkoba yang dihukum selama sembilan tahun. TG telah menjalani masa hukuman lima tahun dan kembali terlibat masalah narkoba.

"Para tersangka untuk saat ini diproses di BNNP Sumut. Kemudian jika nantinya terungkap adanya tersangka lain dan jaringan lainnya, kita akan bawa ke BNN pusat di Jakarta," ujar Buwas.

Akibat perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 112 ayat 2 dan Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal pidana mati. "Barang bukti yang kita amankan ini berpotensi merusak sekitar 10 juta orang," kata dia.

2 dari 2 halaman

Berawal dari Korban


Berawal dari Korban

Buwas menyatakan terungkapnya kasus peredaran narkoba di Lapas Lubuk Pakam membuktikan lapas rawan penyalahgunaan narkoba. Kasus tersebut juga menunjukkan bahwa pengungkapan kasus selalu berangkat dari penyalah guna yang kerap kali dianggap korban.

Menurut Buwas, penyalah guna narkotika pasti mendapatkannya dari seseorang. Karena itu, ia tidak setuju jika penyalah guna narkoba dilepaskan begitu saja.

"Nyatanya, dari penyalah guna ini kita bisa mengungkap jaringan-jaringan ini. Mereka dapat narkoba dari pengedar-pengedar ini. Jadi kalau langsung seperti yang lalu, tidak boleh disidik dan ditangkap harus direhabilitasi. Ini bandarnya ya senang," ungkap dia.

Buwas mengatakan pihaknya masih terus berkoordinasi dan mendeteksi beberapa orang yang dikategorikan sebagai bandar besar. Para bandar narkoba itu disebut-sebut berada di Malaysia.
 
"Nomor telepon dan posisinya sudah terdeteksi. Sekarang bagaimana kita berkoordinasi dengan Kepolisian Diraja Malaysia dalam melakukan penangkapan. Pelaku yang di Medan ini ada kaitannya karena barang ini masuk dari Malaysia," ucap Buwas.

Terkait sumber-sumber barang haram yang masuk ke Medan dan Aceh, Buwas menuturkan barang-barang haram tersebut kebanyakan berasal dari Malaysia, Singapura dan Tiongkok. Hal itu semata didasarkan kedekatan lokasi antara kedua negara.

"Komunikasi dengan Malaysia dan Singapura terus dijalin. Kesulitannya mungkin karena undang-undang kita beda dengan undang-undang mereka. Kita juga sudah bangun kerja sama strategis. Kalau nota kesepahaman tidak ada," ucap Buwas.