Sukses

Catat, Festival Makanan Tradisional di Gunungkidul Pekan Depan

Festival makanan tradisional Gunungkidul sekaligus mengenalkan destinasi-destinasi asyik.

Liputan6.com, Gunungkidul - Pemerintah Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, akan menggelar festival makanan tradisional sompil pada 24 April 2016 untuk memperkenalkan makanan tradisional masyarakat setempat.

Camat Patuk Haryo Ambar Suwardi mengatakan festival itu untuk menggantikan festival durian yang batal dilaksanakan. Festival durian tidak bisa digelar tahun ini karena produksi durian petani menurun drastis.

"Biasanya festival durian dilakukan di Dusun Ngasemayu, Salam, Patuk. Tahun ini, panen jauh menurun, jadi tidak bisa menyelenggarakan festival durian. Sebagai gantinya, kami menyelenggarakan festival makananan tradisional," kata Haryo di Gunungkidul, dilansir Antara, Rabu, 13 April 2016.

Haryo mengatakan festival durian akan diganti dengan makanan tradisional Patuk yakni sompil. Festival sompil akan dilakukan pada 24 April di Desa Ngasemayu. Sompil berjumlah 1001 buah itu akan diolah masyarakat Desa Ngasemayu, dan sayur yang disajikan bahannya juga lokal.

"Kami ingin memperkenalkan makanan tradisional Patuk, agar semakin dikenal masyarakat luas," kata Haryo.


Dengan membayar Rp 5.000, wisatawan akan diberi seporsi sompil dicampur kuah sayuran. Sompil merupakan makanan tradisional sejenis lontong yang disajikan dengan lauk sayur berkuah. Festival juga akan menampilkan kesenian tradisional masyarakat setempat untuk memeriahkan acara.

"Harapannya untuk menarik wisatawan di Patuk, sekaligus memperkenalkan destinasi wisata di sini, seperti Gunung Api Purba Nglanggeran, Kampung Emas Plumbungan, dan masih banyak yang lainnya," ucap Haryo.

Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Gunung Kidul mengapresiasi sejumlah upaya desa untuk menarik wisatawan. Namun demikian, perlu adanya penguatan sumber daya manusia.

Kepala Bidang Pengembangann Produk Wisata Disbudpar Gunungkidul Hary Sukmono mengatakan, saat ini desa wisata tersebar di seluruh wilayah Gunung Kidul. Hampir semua kecamatan memiliki desa wisata. Namun demikian, beberapa di antaranya tidak berkembang.

"Sejumlah desa wisata sempat dibuka namun sekarang mati suri. Namun, secara kepengurusan masih ada," kata Hary.

Menurut dia, ada berbagai faktor yang menyebabkan desa wisata menjadi tidak berkembang, salah satunya karena pengelola salah dalam mengelola. Euforia wisata disambut antusias oleh warga.

"Itu bagus, namun dalam menjalankan harus secara profesional juga. Tidak cukup dengan mengandalkan potensi alam saja," kata Hary.

Hary mengungkapkan membangun pariwisata harus sejalan membangun citra. Citra positif bisa dibangun dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Dengan kata lain, jika kekayaan sudah dimiliki harus didukung dengan kearifan lokal. Hal itu juga berlaku di Gunungkidul.

"Wisata itu tidak hanya bicara bisnis namun juga mempertimbangkan aspek lain, misalnya potensi sumber daya manusianya," kata Hary.