Liputan6.com, Jakarta Komunitas orang-orang Samin atau biasa disebut Kaum Samin menggenggam tata nilai dan cara berpikir khas yang kerap dianggap aneh oleh khalayak luas. Dalam interaksinya, orang Samin atau Wong Samin kerap membuat lawan bicaranya kaget atau sejenak bingung.
Orang-orang Samin banyak ditemui di Jawa Tengah, persisnya di daerah-daerah Blora, Pati, Rembang, Purwodadi, dan sekitarnya. Kisah berinteraksi atau berdialog dengan orang Samin kerap jadi pembicaraan orang.
Dewi, karyawan swasta, tak bisa melupakan potongan-potongan dialognya dengan orang Samin. Hingga kini dia mengaku masih takjub dengan jawaban-jawaban 'ajaib' ala Samin, saat penelitian tentang Kaum Samin pada 2014.
Saat itu alumnus Institut Pertanian Bogor itu melakukan penelitian tentang penolakan komunitas Samin atas rencana proyek semen. Jawaban-jawaban dari wawancara sempat membuatnya pusing.
Percakapan menyangkut usia misalnya.
"Berapa umurmu?" tanya Dewi kepada salah satu narasumbernya yang Wong Samin, seperti dikisahkannya kembali kepada Liputan6.com, di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Baca Juga
Jawabannya membuat Dewi tertegun. "Umurku hanya satu, dipakai selamanya," kata si Samin dengan mimik serius.
Ada lagi soal anak. "Anaknya berapa?" tanya Dewi kepada seorang pria Samin. Jawabannya tak kalah mengejutkan. "Aku ora nduwe anak, nduweku turun. Sing manak bojoku (Aku tidak punya anak, hanya punya keturunan. Yang punya anak istriku yang beranak)."
Dewi pun sempat diprotes atas istilah 'demonstrasi' yang digunakannya saat menggali-gali data soal penolakan proyek semen. Istilah "demonstrasi" ternyata tidak sesuai dengan kamus hidup Kaum Samin. Lantas, istilah apa yang benar?
"Bagi Samin yang benar adalah unjuk rasa karena hakikatnya itu aksi mengunjukkan rasanya, bukan demonstrasi," ujar Dewi yang selanjutnya tak berani lagi menggunakan istilah "demonstrasi".
Rina, warga Yogyakarta, juga mencatat perilaku unik orang Samin. Satu saat dia naik bus rute Yogyakarta-Solo, kondisinya penuh penumpang.
Advertisement
Saat bus sudah relatif kosong, penumpang bisa duduk. Namun, ada dua penumpang yang tetap berdiri meski sudah banyak kursi kosong.
Keduanya menolak keras imbauan untuk duduk. "Tadi naik bus berdiri, kok mau duduk. Berdiri ya berdiri," katanya.
Mencegah debat kusir yang tidak perlu, kernet memberi kode bahwa dua penumpang itu orang Samin, dengan pola pikir dan perilaku yang khas. Para penumpang lain pun jadi mafhum dan tak lagi memaksa mereka duduk.
Beberapa tahun terakhir nama Kaum Samin mencuat sebagai kelompok yang militan penentang rencana pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Mereka menilai proyek itu akan merusak alam.