Sukses

Kunci Beras Organik Banyuwangi Tembus Pasar Amerika Serikat

Ekspor beras organik Banyuwangi mencapai empat ton per bulan.

Liputan6.com, Surabaya - Komitmen Banyuwangi untuk memproduksi beras organik membuahkan hasil. Beras organik yang diproduksi di area persawahan di bagian barat kabupaten tersebut berhasil menembus pasar Amerika Serikat.

Ketua Kelompok Tani Mendo Sampurno, Samanhudi mengatakan permintaan beras organik Banyuwangi sangat tinggi. Pasokan rutin dikirimkan ke Bali sebanyak delapan ton per bulan dan Surabaya sebanyak lima ton per bulan.

"Beras kami pun diekspor ke Amerika Serikat hingga empat ton per bulan. Saat ini, sedang disiapkan ekspor ke sejumlah negara, yaitu China, Qatar, dan Belanda, dengan total 100 ton," ujar Samanhudi, Selasa, 19 April 2016.

Samanhudi menyatakan pengembangan padi organik cukup mudah dilakukan jika dibandingkan dengan non-organik. Padahal, mereka tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia dalam budidaya padi.

"Kami lebih memilih menggunakan agensi hayati untuk pengendalian hama. Bahkan, kami pun membuat sendiri pupuk tersebut, dari bahan endapan kedelai dan cendawan," ucap Samanhudi.

Dengan hasil itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menegaskan peluang pasar untuk pertanian organik sangat terbuka lebar mengingat kelas menengah di berbagai kota terus tumbuh dan kesadaran untuk mengonsumsi produk organis semakin tinggi.

"Ini peluang besar. Kami terus terus mendorong pengembangan padi organik di Banyuwangi. Kami lakukan sejumlah fasilitasi," tutur lelaki yang akrab disapa Anas dalam rilis yang diterima Liputan6.com.

2 dari 2 halaman

Tambah Luasan

Bupati Anas mengatakan luasan persawahan padi organik di Banyuwangi saat ini mencapai 80 hektare. Lahan itu tersebar di sejumlah kecamatan, seperti Kalibaru, Glenmore, Genteng, Sempu, Singojuruh, Songgon, Kabat, dan Licin.

Selain itu, plasma nutfah 20 jenis padi organik lokal dikembangkan, yang terdiri atas 16 jenis beras merah dan empat jenis beras hitam.

"Jenis padi lokal tersebut disilangkan. Diberi sebutan dengan nama-nama lokal, seperti beras merah Kaliweni, Kalisicaluk, Kalibaru, Supermanggis, lalu ada beras hitam Watudodol dan Watukebo," kata Bupati Anas.

Anas juga menjelaskan Pemkab Banyuwangi mengucurkan bantuan kepada sejumlah kelompok tani yang mengembangkan beras organik. Bentuknya adalah sarana dan prasarana teknologi pertanian, termasuk pemberian pupuk dan pemberantas hama organik serta bantuan alat pencacah pupuk organik (APPO) dan membuka sekolah lapang bagi para petani.

"Dari sisi infrastruktur, kami fasilitasi saluran irigasinya," Anas menambahkan.

Anas menyebutkan Banyuwangi tahun ini menggenjot luas tanam padi organik menjadi 200 hektare dengan dukungan dana APBD. Ia memaparkan produksi beras organik mampu menembus angka sembilan ton per hektare untuk lahan yang berada di ketinggian 0-100 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Jika ditanam di lahan dengan ketinggian 100-200 mdpl, produksinya mencapai tujuh ton per hektare.

"Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding rata-rata produktivitas padi biasa secara nasional yang berada di kisaran 6 ton per hektare," kata Anas.

Anas menegaskan, saat ini sudah terdapat dua kelompok tani yang telah mendapat sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (LeSOS) sebagai produsen beras organik.

LeSOS adalah lembaga sertifikasi pertama di Indonesia yang berhak menginvestigasi, mengeluarkan sertifikat dan label organik untuk berbagai macam produk organik, petani dan kelompok tani, koperasi, perusahaan, dan lain-lain yang telah memenuhi persyaratan.

Beras organik Banyuwangi dinyatakan aman konsumsi, bebas pestisida dan pupuk kimia berdasarkan pedoman SNI 67259-2013 dan Dokumen Internal Control System (ICS).

"Tahun ini kami targetkan dua kelompok tani lagi yang bisa dapat sertifikasi tersebut. Sekaligus ini akan menjadikan beras merah organik sebagai ikon dan buah tangan Banyuwangi selain durian merah dan batik," ujar Anas.