Liputan6.com, Malang - Bomber Bom Bali I, Ali Imron menjadi pembicara di sebuah seminar di Kota Malang, Jawa Timur. Dalam kesempatan itu, Ali yang dulu bercita-cita jadi dokter ini bercerita panjang lebar tentang aksi terorisme dan mimpi mendirikan negara Islam di Indonesia.
"Saya tetap setuju jihad membentuk negara Islam. Tetapi dengan cara damai, bukan dengan aksi kekerasan seperti para teroris itu," kata Ali Imron di Kota Malang, Senin (25/4/2016).
Menurut dia, mendirikan negara Islam adalah sebuah keniscayaan, tapi bukan dengan kekerasan. Negara Islam harus didirikan dengan jalan damai, layaknya penyebaran Islam di Nusantara yang penuh kedamaian.
"Kita boleh saja bermimpi. Dulu saya punya cita-cita ingin jadi dokter, tapi malah jadi teroris. Tapi saya tetap hafal Pancasila dan hormat pada bendera Merah Putih," ucap pelaku Bom Bali yang divonis seumur hidup ini.
Baca Juga
Ali Imron menjadi pembicara dalam sebuah seminar tentang deradikalisasi di Kota Malang. Ia hadir bersama dua orang lainnya, yakni Umar Patek dan Jumu Tuani, yang sudah bebas dari penjara setelah menjalani tiga tahun penjara akibat kepemilikan senjata api ilegal.
Ali Imron bercerita panjang lebar tentang keterlibatannya pada Bom Bali 2001 silam. Termasuk peran dari Imam Samudra, Muhlas, dan Amrozi yang sudah dieksekusi hukuman mati.
Sebelum peristiwa Bom Bali itu, Muhlas bersama Dr Azhari sempat bertemu dengan dedengkot Al-Qaidah, Usamah Bin Laden, di Pakistan.
Dalam pertemuan itu, Bin Laden memberikan dana sebesar USD 30.000 sebagai dana jihad di Asia Tenggara. Tak ada penyebutan Bali sebagai lokasi aksi jihad. Muhlas dan rekannya yang lainnya itulah memilih melakukan aksi bom di Bali.
Saat itu, Ali Imron mengaku sudah mengingatkan saudaranya untuk tak meledakkan bom di Bali.
"Tapi peringatan saya tak digubris oleh mereka. Saya itu bukan penanggungjawab utama bom Bali," tutur Ali Imron.
Saat Ali Imron memberikan testimoni, tepuk tangan meriah dari peserta seminar. Gelak tawa pun kerap meledak saat Ali Imron bercerita dengan kocak. Termasuk membagi pengalamannya selama berlatih dan menjadi mujahidin di Afganistan.
"Saya bisa mengendarai tank, tapi kalau pesawat tak bisa karena belum diajari. Saya bisa merakit bom kelas petasan sampai bom kimia," seloroh Ali Imron.
Ia pun menyebut embrio gerakan terorisme di Indonesia dimulai dari pendirian Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartusuwiryo di Jawa Barat. Ali Imron dan kelompok bom Bali I adalah generasi keempat dari NII Kartusuwiryo yang bercita-cita mendirikan negara islam.
"Kartusuwiryo membaiat orang di bawahnya, setelah itu membaiat lagi, begitu seterusnya," ucap Ali Imron.
Para pelaku bom Thamrin Jakarta 2015 itu disebut Ali Imron sel terkecil para teroris. Mereka tak punya banyak kemampuan dalam merakit bom dan pemahaman tentang jihad yang rendah.
"Mereka itu lebih mirip cicit Dr Azhari, buat petasan sudah disebut bom," kata dia.
Ia menyebut kelompok radikal terbagi menjadi beberapa faksi. Ada yang militan berfikir meledakkan bom adalah jihad. Ada pula yang lebih moderat, berupaya mendirikan negara islam dengan damai tanpa kekerasan.
"Banyak pelaku teroris yang mengotak-atik arti jihad sebagai pembenaran melakukan aksi bom. Kalau orang normal tentu ingin damai, mendirikan negara islam dengan damai tanpa kekerasan," tutur Ali Imron.