Liputan6.com, Palembang – Nama Kerajaan Sriwijaya sang penguasa Sumatera memang masyhur hingga ke Madagaskar, Afrika. Namun, kekuatan maritimnya ternyata kalah dibandingkan dengan Kerajaan Palembang Darussalam yang berjaya setelah keruntuhan Sriwijaya.
Sejarawan Sumatera Selatan (Sumsel) Ali Hanafiah menuturkan alasan kekalahan Sriwijaya adalah karena kerajaan Buddha itu lebih tertarik untuk memperluas jajahannya ke luar Sumatera. Untuk memenuhi ambisi, seluruh prajurit dibawa ke luar Sumatera dan hanya menyisakan sedikit kekuatan di pusat pemerintahan yang berada di Sumsel.
"Yang lebih kuat malah Kerajaan Palembang Darussalam, yang dibentuk setelah Kerajaan Majapahit masuk dan menguasai Sumsel," ujar Ali kepada Liputan6.com, Kamis, 28 April 2016.
Salah satu bukti Kerajaan Sriwijaya berekspansi ke luar Sumatera adalah salah satu relief di Candi Borobudur, Magelang. Wangsa Syailendra yang membangun Candi Borobudur merupakan keturunan dari raja Sriwijaya.
Ali memperkirakan alasan keturunan Sriwijaya turun tangan membangun Candi Borobudur adalah karena kontur tanah di Sumatera tidak cocok untuk membangun candi sebesar itu. Sedangkan, kontur tanah di Pulau Jawa kuat yang terbukti masih kokoh hingga sekarang.
Baca Juga
"Walau sangat sedikit bukti kekuatan maritim Sriwijaya di Sumsel, tapi dengan adanya Candi Borobudur yang dibangun oleh keturunan Raja Sriwijaya menandakan Sriwijaya bisa menaklukkan daerah Pulau Jawa," kata Ali.
Sementara itu, jejak Sriwijaya yang tersisa di Palembang hanya sedikit. Di antaranya petilasan di Bukit Siguntang yang dipercaya sebagai tempat peribadahan umat Budha, prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo yang kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta.
Sedangkan, peninggalan Kerajaan Palembang Darussalam di Palembang relatif utuh. Misalnya, Misalnya, Benteng Kuto Besak (BKB) yang menjadi benteng pertahanan, alun-alun keraton yang sekarang dibangun jadi Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) Palembang dan Masjid Agung Palembang.
Ali mengatakan, kemunculan Kerajaan Palembang Darussalam disebabkan pemberontakan masyarakat pribumi terhadap penjajahan Belanda di Palembang. Istana kerajaan itu dibangun di kawasan Pasar 16 Palembang, namun dibumihanguskan Belanda karena dianggap mengganggu. Pusat kerajaan kemudian pindah ke lokasi Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB II) di komplek Plasa BKB Palembang kini.
Tapi, bangunan istana yang baru itu kembali luluh lantak karena berbahan kayu. Setelah itu, kerajaan membangun Benteng Kuto Besak yang berbahan beton dan menjadi pusat pertahanan maritim Palembang Darussalam. Dengan armada maritim yang kuat, para penjajah akhirnya bisa disingkirkan.
"Kekuatan maritim Palembang Darussalam sangat kuat, bahkan bisa mengusir penjajah di Palembang. Hingga kini saja, masih ada keturunan keraton Palembang Darussalam yang masih hidup," ucap Ali.
Namun, kejayaan Palembang Darussalam berakhir pada 1821. Belanda berhasil menaklukkan kerajaan itu dan membuang Raja Palembang Darussalam ke Ternate.