Liputan6.com, Yogyakarta - Aksi teror senada terjadi dua kota yang berdekatan, yakni di Yogyakarta dan kota di sebelah utaranya, Magelang. Teror di Yogyakarta berupa penyiletan dan di Magelang penembakan.
Pelaku dua teror ini sama-sama misterius. Ada kesamaan pada jenis kelamin korban, yakni kaum perempuan. Selain persamaan, sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada, Suprapto, juga mencatat perbedaan dua aksi teror yang meresahkan warga tersebut.
Untuk teror di Yogyakarta, dia menjelaskan ada empat kemungkinan motivasi pelakunya melakukan aksi kriminal. Yang pertama, aksi itu berkaitan jelang pilkada serentak yang digelar di Yogyakarta pada 2017 mendatang.
Baca Juga
Kemungkinan kedua, aksi itu dilakukan dari sebuah kelompok atau geng tertentu untuk eksistensi diri dan unjuk kekuatan agar musuhnya mengetahui. Atau seseorang agar diketahui jasanya dan bisa digunakan kekuatan tertentu yang membutuhkan.
Kemungkinan ketiga adalah kegiatan iseng dari orang tertentu sebagai pelampiasan kondisi kejiwaannya atau psikopat.
"Kemungkinan keempat adalah syarat aliran tertentu untuk anggotanya bisa naik tingkat apabila bisa berhasil melukai lengan kanan korban," ujar Suprapto kepada Liputan6.com, Jumat (29/4/2016).
Dia melihat konsistensi pelaku menyayat lengan kanan pada ketiga korbannya. "Tidak hanya bacok tapi memilih lengan, spesifik lagi sebelah kanan. kalau saya cenderung kemungkinan kedua atau keempat. Walaupun banyak yang menduga bahwa pelakunya psikopat," kata dia.
Penembakan Misterius Magelang
Adapun kasus penembakan misterius di Magelang, Surapto melanjutkan, memiliki tiga kemungkinan. Pertama berkaitan dengan pilkada. Namun kemungkinan ini sangat kecil dan hampir tidak ada.
Kemungkinan kedua, karena adanya gangguan jiwa karena ketidaktenangan jiwa seseorang atau seorang psikopat. Ketiga, upaya dari kelompok tertentu bahwa mereka ingin diketahui eksistensinya.
Advertisement
Menurut Suprapto, dari sisi korban yang ingin ditembak ada kemungkinan bukan dari kalangan warga biasa, tapi dari lawan atau musuh kelompok pelaku. Penembakan ini sebagi bentuk eksistensi dan menujukkan kekuatan kelompok tersebut.
"Tidak menutup mata saat pilkada mereka menawarkan atau menjual jasa. Semakin melakukan di tempat ramai maka eksistensinya semakin terlegitimasi ditambah info dari media. Kalau saya dari tiga kemungkinan itu di Magelang cenderung ke poin ketiga," ujarnya.
Suprapto mengatakan aksi penembakan di Magelang itu pelaku ingin menunjukkan diri bahwa selain kekuatan militer dan.aparat kepolisian ada kekuatan lain yang berani yaitu dari kelompoknya. Walaupun kelompok ini tidak memperhitungkan masyarakat yang menjadi korban sehingga membuat resah.
Terkait senjata yang digunakan untuk menganiaya korban juga berbeda. Alat yang digunakan di Yogyakarta diduga menggunakan senjata tajam seperti cutter atau silet panjang. Sementara di Magelang menggunakan senjata senapan.
Awas Teror Lanjutan
Menurut dia pelaku di Yogyakarta menggunakan pisau tajam disebabkan Kota Yogyakarta lebih ramai dan lebih luas dibandingkan dengan Magelang. Sehingga jika menggunakan senapan akan lebih keliatan dan harus turun dari motor atau mobil.
Sementara pelaku saat itu ingin melakukan aksinya sembari berjalan dan memepet motor. Sehingga nanti akan mudah melarikan diri dibandingkan menggunakan pistol atau air soft gun.
"Kalau di Magelang pelaku bisa gunakan pistol karena dari kota dan luas wilayah berbeda dengan Jogja," ujarnya.
Potensi Mengulang
Terkait pelaku penembakan di Magelang menurut Suprapto dilakukan oleh orang yang sangat terlatih dan bukan sembarang orang. Sebab dari letak luka korban dari 13 orang kena sasaran di bagian tertentu yaitu di bawah pinggang.
Baca Juga
Artinya pelaku sangat terlatih dan mahir dalam menggunakan senjata pistol atau air soft gun. Jika tidak maka pelaku akan mengenai perut atau bahkan kepala. Sementara faktanya semua kena di bagian yang sama.
"Kalo Magelang itu bukan sembarang orang yang baru saja pegang senjata. Kena semua itu tandanya dia sering latihan atau malah mjngkin dia sangat terlatih," ujarnya.
Dari perbedaan yang ada tersebut menurut Suprapto ada persamaan dari dua aksi pelaku itu. Yaitu akan kembali mengulang aksinya. Karena belum tertangkap hingga saat ini maka itu menjadi kesempatan pelaku untuk mengulang.
Pelaku akan spekulasi mewujudkan aksinya kembali di tempat lain. Suprapto mengaku tapi walaupun ada persamaan akan mengulang namun motivasinya akan berbeda.
Pelaku di Magelang akan mengulang di kota lain untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatannya. Sementara pelaku di Yogyakarta bisa melakukan kembali karena eksistensinya atau karena syarat naik tingkat kembali.
Walaupun begitu kelompok lain yang menjadi musuh pelaku diduga mengetahui jika pelaku dari kelompok lawan. Hal yang sama juga diketahui oleh polisi. Namun mungkin polisi memilih jalan hati-hati dalam menangkap pelaku.
"Sangat mungkin untuk mengulang. Kalo dia tidak ditangkap itu kan merasa menang. Aku puas. Maka timbul spekulasi mengulang di tempat lain," ujarnya.
Advertisement