Sukses

Di Daerah Ini Orang dan Orangutan Belum Akur

Konflik orang dan orangutan terlihat dari korban-korban yang jatuh.

Liputan6.com, Samarinda - Organisasi nasional yang peduli terhadap keberadaan satwa endemik orangutan, Centre For Orangutan Protection atau COP menyatakan, konflik orangutan dengan manusia di Provinsi Kalimantan Timur masih cukup tinggi. Ini berbeda dengan di Sumatera yang sudah mulai menurun.

Konflik orangutan dengan manusia kembali terungkap setelah ditemukannya kembali primata cerdas itu dalam kondisi terluka parah dengan luka jerat pada bagian kaki kiri dan luka tembak di telinga. Orangutan terluka pertama kali ditemukan oleh Balai Taman Nasional Kutai berdasarkan informasi masyarakat di Desa Kandilo, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, pada Selasa 3 Mei 2016 sekitar pukul 15.00 Wita.

Setelah dicek, orangutan terluka itu mengalami luka yang cukup serius dan bahkan mata sebelah kanannya tidak dapat difungsikan lagi. Lebih ironis lagi, orangutan jantan yang diperkirakan berusia di atas 20 tahun tersebut hanya memiliki bobot 30 kilogram.

"Kondisi orangutan terluka parah itu memang sangat memprihatinkan dengan luka pada hampir sebagian tubuhnya. Bahkan yang sangat ironis, badannya sangat kurus dengan bobot hanya sekitar 30 kilogram," kata Direktur COP, Ramadhani, dihubungi dari Samarinda, seperti dilansir Antara, Rabu 4 Mei 2016.

Lebih parah lagi, ditemukan satu peluru bersarang di bagian bawah telinga orangutan tersebut. Kemungkinan, masih ada luka tembak di bagian tubuh lainnya namun yang ditemukan bersarang hanya pada bagian telinga.

"Ini menunjukkan bahwa orangutan terluka tersebut merupakan korban konflik dengan manusia," kata Ramadhani.

Konflik orangutan dengan manusia, menurut dia, disebabkan akibat perburuan. Terbanyak akibat orangutan masuk ke kawasan permukiman masyarakat akibat habitanya semakin berkurang.

"Konflik tertinggi akibat orangutan mulai masuk ke kawasan permukiman penduduk. Saya yakin, tidak ada niat untuk secara sengaja memburu dan membunuh orangutan tetapi karena dianggap sudah mengganggu sehingga masyarakat terpaksa melakukan perburuan dan pembunuhan terhadap satwa yang dilindungi itu," kata Ramdhani.

Apalagi, pemahaman masyarakat terhadap penanganan satwa di Kaltim masih rendah sehingga terjadilah konflik tersebut. "Inilah yang menjadi tanggung jawab kita bersama termasuk Kementerian Kehutanan agar terus melakukan sosialisasi bagaimana mitigasi konflik dengan satwa liar," tutur Ramadhani.

Sementara, Kepala Balai Taman Nasional Kutai Nur Patria menyatakan, orangutan terluka tersebut dilaporkan warga Desa Kandilo, Kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur, pada Selasa 3 April 2016 sekitar pukul 15.00 Wita.

"Operasi yang dilakukan dokter hewan dari COP mulai berlangsung sejak Rabu pagi hingga siang sekitar pukul 14.00 Wita. Dari hasil operasi tersebut memang terdapat luka yang cukup parah sehingga orangutan itu akan diobservasi selama tiga hari," kata dia.

Orangutan terluka itu saat ini diamankan di Balai TNK di Bontang, tetapi kewenangan dan pengawasan tetap berada pada BKSDA sementara penanganan medisnya dilakukan COP.

"Kami berharap, ke depan ada semacam Unit Transit Penyelamatan Satwa di Balai TNK sehingga jika ada permamsalahan, bisa terkendali. Kalau sekrang, penangaanan terhadap orangutan terluka harus menunggu COP dan BKSDA," kata Nur Patria.

Menurut dia, perlu ada aksi khusus untuk meminimalkan terjadinya konflik antara manusia dan orangutan.

"Tidak menutup kemungkinan akan lebih banyak lagi konflik karena makin banyaknya manusia menyebabkan orangutan masuk ke pemukiman masyarakat akibat habitatnya semakin habis," kata Nur Patria.