Sukses

Tradisi Sadap Nira Berbau Mistis Ada di Banyuwangi

Ada legenda di balik tradisi sadap nira orang using Banjar di Banyuwangi.

Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi terus menampilkan sejuta potensi adat dan tradisinya. Jika sebelumnya menampilkan Barong Ider Bumi, Seblang, dan Kebo-keboan, kali ini giliran tradisi agraris suku Using mendapat panggung.

Panggung yang dinamai Using Culture Festival akan digelar pada Sabtu, 7 Mei 2016.

Tradisi masyarakat agraris yang akan ditampilkan pada Using Culture Festival 2016 kali ini adalah menyadap nira ala suku Using. Festival itu akan digelar di Desa Banjar, Kecamatan Licin.  

Camat Licin Mohamad Lutfi menuturkan cara menyadap nira warga Desa Banjar ini memiliki keunikan dan mengandung nilai mistis tersendiri.

"Saat menyadap pohon aren, warga Using ini akan memakai baju hitam sembari menyanyikan kidung dan mantra khusus. Dengan memakai baju hitam dan bernyanyi, pohon aren ini dipercaya bisa meneteskan niranya dengan deras," tutur Lutfi dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis, 5 Mei 2016.


Lutfi mengatakan konon tradisi itu berawal dari sebuah legenda yang mengisahkan seorang janda bernama Reni yang sangat mencintai anak lelaki satu-satunya. "Namun, takdir memisahkan mereka, janda Reni meninggal dunia. Tak kuasa menahan sedih ditinggal ibunya, sang anak terus menangis di makam ibunya," kata Lutfi.

Saat mengadukan kelangsungan nasibnya tersebut, tiba-tiba ada seekor burung gagak di atasnya. Sang anak itu takut sehingga dilempar lah burung itu. Lemparan sang anak tersebut ternyata mengenai batang pohon aren di sebelahnya.

Bekas lemparan pohon tersebut ternyata meneteskan air. Saat dijilat airnya manis, sang anak terpikir untuk menyadap air pohon aren dan dijadikan nira dan gula aren hingga sekarang.

"Itu legenda yang berkembang di Desa Banjar ini, dan diceritakan turun temurun oleh desa warga ini," ucap Lutfi.

2 dari 2 halaman

Tradisi Using Banjar

Lutfi menjelaskan festival akan diawali dengan warga Using Banjar menyadap nira dari pohon aren pada Sabtu pagi sekitar pukul 08.00 WIB. Para peserta akan diajak menyusuri area pohon nira dan melihat bagaimana orang Banjar menyadap pohon aren.

Usai menyadap, nira-nira ini akan diletakkan di pondok pengolahan nira yang berada di samping Balai Desa Banjar.

"Setelah pagi ditunjukkan bagaimana menyadap aren, Sabtu siang sekitar pukul 13.00 WIB akan ditampilkan sendratari Legenda Sadap Nira dan diselingi sarasehan musik oleh Boogie Prasetyo," ujar Lutfi.

Lutfi juga menyampaikan nira-nira tersebut ditempatkan di pondok pada siang hari. Warga baru kembali ke pondok untuk mengolah nira dan memasaknya sekitar pukul 17.00 WIB. Nira ini akan dimasak menjadi berbagai macam makanan manis yang bisa disantap.

Menurut Lutfi, nira-nira itu bisa dinikmati dalam setiap tahapan olahannya. Saat masih berupa nira, bisa dinikmati dengan sebutan minuman mentak (air gula aren, red).

Saat dimasak dalam kuali besar di atas tungku kayu tradisional serta sudah mendidih, bisa dinikmati dengan sebutan sajeng, gula merah mendidih. Pun saat mengental, nira bisa dikonsumsi, yang biasa disebut dengan ketek banyu atau ketek semut.

"Ini sangat enak jika dicampur dengan kelapa parut. Selain itu, kentalan gula ini bisa cetak bulat-bulat ditaburi kacang. Bisa juga kentalan gula ini untuk pelengkap minum kopi pahit dengan menggigit gula sambil menikmati sejumlah atraksi kesenian desa di pondok ini," kata Lutfi.

Lutfi menambahkan, untuk melengkapi Using Culture Festival ini akan dihadirkan sarasehan budaya oleh Punjul Ismuwardoyo, anggota DPRD Banyuwangi, pada pukul 15.00 WIB Jumat, 6 Mei 2016.

"Rencana pada hari Minggu tradisi nira tersebut akan kami pertontonkan ulang dan sejumlah pertunjukan musik," ujar Lutfi.