Sukses

PT PAL Melepas Perdana Kapal Perang Angkut Pesanan Filipina

Kapal perang angkut tersebut mampu mengangkut 500 personel sekali berlayar dan satu helikopter.

Liputan6.com, Surabaya - PT PAL Indonesia menggelar upacara pelepasan Ekspor Perdana Kapal Perang Strategic Sealift Vessel "BRP TARLAC (LD-601)" pesanan Kementerian Pertahanan Filippina, di Dermaga Divisi Kapal Niaga. Filipina memesan dua buah kapal perang angkut itu pada 2014 lalu.

"Menjadi kebanggaan bagi insan PAL, pasalnya kapal SSV diperoleh melalui tender internasional dimana PT PAL Indonesia (Persero) mengalahkan delapan negara lainnya," tutur Dirut PT PAL, Firmansyah, dalam sambutannya di hadapan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla dan sejumlah menteri Kabinet Kerja, Minggu (8/5/2016).

Firmansyah mengatakan proyek pengadaan kapal perang SSV#1 BRP Tarlac (LD-601) itu bernilai 90 juta dolar AS atau sekitar Rp 1 triliun lebih. Produksi kapal itu telah melewati sejumlah tahapan, seperti First Steel Cutting pada 22 Januari 2015, Keel Laying pada 5 Juni 2015, hingga dilansir pada 18 Januari 2016.

Selepas upacara, kapal SSV akan berlayar selama lima hari menuju Filipina. Kapal perang angkut itu akan diserahterimakan kepada Kementerian Pertahanan Filipina pada 13 Mei 2016 di Filipina.


"Voyage (pelayaran) dilakukan setelah kapal melewati berbagai tes, di antaranya dock trial, yard trial, dan sea trial dengan hasil telah sesuai klasifikasi yang dipersyaratkan. SSV menggunakan klasifikasi internasional, Lloyd’s Register," tutur Firmansyah.

Firmansyah menerangkan Tarlac merupakan nama provinsi kelahiran Presiden Filipina saat ini, Benigno Simeon Aquino. SSV merupakan pengembangan dari kapal angkut jenis Landing Platform Dock (LPD) yang memiliki panjang 123 meter, lebar 21,8 meter dan kecepatan maksimal 16 knot dengan ketahanan berlayar hingga 30 hari.

Firmansyah menyebutkan, kapal tersebut mampu mengangkut 500 personel sekali berlayar dan satu helikopter. Kapal tersebut juga berfungsi sebagai stasiun bahan bakar helikopter sehingga tidak perlu bolak-balik ke pangkalan utama.

"Kapal jenis ini mirip dengan KRI Surabaya yang stand by di Tarakan untuk menyerang Abu Sayyaf. Kapal ini juga mirip dengan KRI yang membebaskan WNI yang disandera di Somalia," kata Firmansyah.

Ia mengatakan pembangunan LPD bisa dilaksanakan berkat transfer teknologi yang bekerja sana dengan galangan kapal milik Korea. Kapal kedua pesanan Filipina direncanakan akan selesai pada Mei 2017.

"Diharapkan keberhasilan ini dapat meningkatkan perekonomian di Indonesia serta mampu diikuti oleh kemampuan industri dalam negeri agar dapat meningkatkan local content material yang digunakan dalam pembangunan kapal," ujar Firmansyah.

Selain Filipina, Timur Tengah menunjukkan minat pada produk buatan Indonesia itu dengan mengirimkan utusan ke PT PAL. "Beberapa utusan negara Eropa dan Timur Tengah tertarik untuk memesan kapal sejenis SSV, semoga hal ini dapat mengangkat citra Indonesia," ucap Firmansyah.