Sukses

Labuhan Merapi, Buah Perjanjian Raja Mataram dengan Eyang Jagad

Labuhan yang berarti persembahan di Gunung Merapi menjadi ritual wajib Keraton Yogyakarta.

Liputan6.com, Yogyakarta - Labuhan Merapi, prosesi yang digelar setiap tahun itu ternyata sudah dilakukan sejak zaman pemerintahan raja pertama Kesultanan Mataram Islam, Sutawijaya.

Cerita yang dihimpun dari masyarakat secara turun temurun, Gunung Merapi sejak semula telah dianggap luar biasa oleh masyarakat Yogyakarta. 

Bukan hanya letusan yang dianggap menakutkan, melainkan juga berkah yang diberikan Merapi bagi masyarakat sekitar, seperti pertanian yang baik dan sumber air melimpah.

Masyarakat Kasultanan Mataram percaya, Gunung Merapi didiami oleh sosok yang mereka kenal dengan nama Kyai Sapu Jagad atau Eyang Sapu Jagad. Syahdan, suatu ketika Sutawijaya membuat perjanjian suci dengan Kyai Sapu Jagad.

Isi perjanjian itu salah satunya adalah Raja Mataram beserta keturunannya bersedia memberikan sesaji untuk penguasa Merapi setiap tahun. Sebagai imbalannya rakyat Mataram dilindungi dari bencana.

Dalam perkembangannya, labuhan yang berarti persembahan menjadi ritual wajib Keraton Yogya tanpa mengurangi kesakralannya. Pelaksanaannya harus bergantung pada perintah raja yang berkuasa dan dipimpin oleh Juru Kunci Merapi.

Ritual yang dilakukan berupa doa kepada Tuhan sebagai bentuk ucapan syukur atas berkah melimpah melalui Merapi serta tanda penghormatan kepada leluhur yang menjaga gunung itu.

Juru Kunci Merapi Mas Kliwon Suraksohargo menuturkan prosesi ini untuk menunjukkan keharmonisan masyarakat yang hidup berdampingan dengan Merapi.

"Saling menjaga dan bentuk ucapan syukur," tutur Mas Kliwon, Senin (9/5/2016).

Hal senada juga diungkapkan Pakar Kegunungapian Surono yang ikut menghadiri Labuhan Merapi. Ia mengaku tidak paham makna secara metafisika.

"Namun dari segi sosial ini menunjukkan kehidupan harmonis yang selaras," ucap pakar Gunung Api yang akrab disapa Mbah Rono itu.