Liputan6.com, Malang - Peternak lebah madu dan pemburu madu hutan di Indonesia selama ini lebih banyak memproduksi madu secara tradisional. Madu yang mereka hasilkan dinilai sejumlah mahasiswa Universitas Brawijaya Malang (Unibraw), Jawa Timur, kurang higienis dan rawan ditipu tengkulak.
Â
Kurang higienis karena peternak memeras sarang lebah hingga hancur, mengakibatkan ampas atau kotoran ikut tercampur dalam madu. Rawan ditipu lantaran madu dibeli tengkulak dengan harga rendah dengan dalih kadar air dalam madu sangat tinggi.
Â
Hal itu kemudian memicu 4 mahasiswa dari fakultas berbeda di Universitas Brawijaya yakni Ani Atul Arif mahasiswa Fakulutas Peternakan, M Ilham Akbar mahasiswa Fakultas Teknik, Satrio T Sadewo mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi dan Allan D Pranata mahasiswa FISIP berinovasi membuat pemeras madu portable yang diberi nama Bee Tech.
Alat berbobot sekitar 15 kilogram ini dirancang mudah dibawa, bahkan oleh peternak lebah madu ke dalam hutan sekalipun.
Â
"Alat ini kami kembangkan sejak setahun yang lalu. Bee Tech bisa menghasilkan madu yang lebih higienis, bahkan dengan alat ini bisa langsung tes kadar air dalam madu," kata Ilham Akbar ditemui di Laboratorium Teknik Universitas Brawijaya Malang, Kamis (12/5/2016).
Baca Juga
Bee Tech terdiri dari beberapa rangkaian yakni separator dengan taut pengait untuk ekstrak madu, controler untuk motor penggerak separator, accu atau aki sebagai sumber tenaga serta Bee Sensor untuk mengetes kadar air dalam madu. Di dalam separator berbahan baja stensil yang lebih menyerupai alat dapur ini terdapat 2 filter.
Â
Tiap filter mampu menampung sarang lebah seberat 6 kilogram. Dengan controler, separator berputar dan otomatis membuat madu dalam sarang menetes tanpa perlu menghancurkannya. Sarang yang masih utuh itu bisa dimanfaatkan oleh peternak untuk dijual atau dikelola sendiri menjadi bahan industri kreatif lainnya.
Â
"Ada nilai ekonomis lain yang bisa dimanfaatkan oleh peternak dari sarang lebah yang masih utuh itu," ucap Ilham.
Â
Jika disandingkan dengan alat pemeras madu pabrikan pun Ilham menyebut hasil inovasinya tetap memiliki keunggulan. Durasi waktu yang diperlukan untuk menghasilkan madu hanya sekitar 30 menit dengan Bee Tech.
Advertisement
Jika menggunakan mesin pabrikan, butuh sekitar 45 menit sampai 60 menit. Volume madu yang dihasilkan juga tak berbeda dengan alat pabrikan umumnya.
Â
Setelah madu terkumpul, Bee Sensor bisa segera mendeteksi kadar air dalam madu. Selama ini diketahui rata – rata kadar air dalam madu hasil peternakan lebah hutan di wilayah Malang dan sekitarnya antara 19 persen – 21 persen. Ini masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mensyaratkan kadar air di bawah 22 persen.
Â
"Peternak lebah bisa menjual madu hasil panen mereka dengan harga tinggi karena langsung tahu kadar air dalam madu mereka. Tak perlu lagi khawatir ditipu tengkulak," kata Satrio Tegar Sadewo, rekan Ilham.
Â
Sejumlah peternak madu lebah dari Jawa Tengah dan Jawa Barat telah memesan Bee Tech ini. Harga yang dikenakan sebesar Rp 3,5 juta sebagai pengganti biaya merakit alat ini. Relatif lebih murah dibanding harga alat pabrikan, apalagi Bee Tech telah dipatenkan.
Â
"Hak paten didaftarkan melalui lembaga hak kekayaan intelektual di kampus kami," tutur Satrio.
Â
Inovasi ini pula yang mengantar mereka ke luar negeri mengikuti berbagai kompetisi mulai nasional hingga dunia. Terbaru, mereka menjadi finalis Internasional Business Model Competision (IBMC) akhir April lalu. Sebuah kompetisi Learn Startup yang digelar di kantor Microsof di Seatle, Amerika Serikat dan diselenggarakan oleh Harvard University.
Â
"Ada ribuan peserta dari berbagai negara yang mengajukan diri ikut kompetisi ini, Alhamdulillah kami lolos dan diterima masuk 15 besar kompetisi ini," ucap Satrio.