Sukses

Top 3: Pengakuan 4 Pencabul Gadis di Bitung

Simak Top 3 Regional edisi Minggu malam, 15 Mei 2016.

Liputan6.com, Bitung - Kasus pencabulan yang dialami AR (12) yang dilakukan empat pria di Bitung, Sulawesi Utara, terungkap. Tak hanya sakit fisik, remaja perempuan asal Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, itu juga mengalami trauma akibat pencabulan itu.

Selain itu, warga Baduy meminta Sunda Wiwitan masuk kolom agama di e-KTP, turut menyita perhatian banyak pembaca di Liputan6.com, terutama kanal Regional hingga Minggu (15/5/2016) malam.

Berikut berita-berita terpopuler yang terangkum dalam Top 3 Regional.

1. Kronologi Pencabulan Remaja 12 Tahun di Bitung Versi Tersangka

Ilustrasi pencabulan.

Aparat Polres Bitung, Sulawesi Utara, mengungkap pencabulan yang dialami AR (12) yang dilakukan empat pria. Tak hanya sakit fisik, remaja perempuan asal Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, itu juga mengalami trauma akibat pencabulan itu.

Berdasarkan pengakuan para tersangka, Kapolres Bitung AKBP Reindolf Unmehopa mengungkapkan kejadian pencabulan berawal ketika AR yang baru datang dari Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) bersama ibunya hendak menemui kakak korban yang berdomisili di Bitung. Tiba-tiba, korban menghilang dari rumah pada 21 April 2016.

"Tanggal 25 April, korban bertemu dengan perempuan Fira di Cafe Bintang yang berlokasi di Pusat Kota Bitung. Setelah itu, korban dan Fira pergi ke depan Kantor Pos Cabang Bitung untuk nongkrong," ujar Reindolf, Jumat, 13 Mei 2016.

Selengkapnya baca di sini...

2. Warga Baduy Minta Sunda Wiwitan Masuk Kolom Agama di KTP

Masyarakat Suku Baduy Luar tiba di pendopo dengan hasil bumi berupa pisang, beras dan gula aren di Kabupaten Lebak, Banten (13/05). Mereka beristirahat semalam untuk menyiapkan fisik menuju Pendopo Serang. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, meminta Sunda Wiwitan dicantumkan di kolom agama pada kartu tanda penduduk elektronika (e-KTP). Sejauh ini kolom agama dikosongkan di KTP mereka masih dikosongkan.

"Permintaan e-KTP itu dengan alasan masyarakat Baduy memiliki agama Sunda Wiwitan," kata Saidja, tetua Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, di Rangkasbitung saat acara perayaan tradisi Seba Baduy di Lebak, dilansir Antara, Sabtu 14 Mei 2016.

Selama ini, kata dia, pemerintah belum mengakui keberadaan agama Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan masyarakat Baduy. Sebelumnya, sejak 1970 sampai 2010 kepercayaan Sunda Wiwitan tertulis pada kolom kartu tanda penduduk (KTP).

Selengkapnya baca di sini...

3. Di Atas Kursi Roda, 3 Pria Berusia Seabad Ikut Serta Nikah Massal

Salah satu mempelai pria lanjut usia itu berumur 110 tahun.

Tiga mempelai pria berusia lebih dari seabad mengikuti nikah massal bertajuk Nikah Bareng Mataraman yang digelar Forum Taaruf Indonesia (Fortais) di Masjid Kagungan Dalem Sulthony Rejodani Ngaglik Sleman, Sabtu (14/5/2016).

Mereka adalah Jamidi (100) yang menikahi Sariyem (85), warga Dusun Ngabean Desa Sinduharjo Ngaglik Sleman; Adi Wiyono (110) yang menikahi Sadinem (67), warga Plembutan Canden Jetis Bantul; dan Sediyo Utomo (102) yang menikahi Boniyem (96), warga Dodotan Sumbermulyo Bambanglipuro Bantul.

Kondisi lanjut usia membuat mempelai laki-laki menggunakan kursi roda saat mengikuti iring-iringan menuju masjid. Meski begitu, mereka tetap semangat mengikuti nikah massal yang bertema Yawijining Ati Kanggo Tresno Sejati atau bersatunya hati untuk cinta sejati.

Dalam acara tersebut, Juru Kunci Merapi Mas Kliwon Suraksohargo dan Juru Kunci Laut Selatan Mas Panewu Surakso Jaladri menjadi saksi nikah. Acara itu juga dihadiri Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun serta musyarawah pimpinan kecamatan (Muspika) Ngaglik.

Selengkapnya baca di sini...