Liputan6.com, Mataram - Petugas imigrasi Klas 1 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) menangkap lima Warga Negara Asing (WNA) karena terlibat pelanggaran keimigrasian. Tiga WNA di antaranya terlibat illegal entry atau masuk ke wilayah hukum Indonesia secara tidak resmi.
Kelima WNA tersebut adalah Sasha Zaribaf (40) asal Iran, Taufik Mohammed Mahyub (35) asal Yaman, Rubel Shak (34) asal Bangladesh, Marzouki Mohammed (52) asal Tunisia dan Yohanes Bin Ambuat (34) asal Malaysia.
"Dari hasil pemeriksaan sementara WNA asal Yaman, Malaysia dan Bangladesh diduga masuk melalui pelabuhan tikus di Batam dan Tarakan, tanpa melalui pemeriksaan imigrasi dan tidak memiliki paspor serta visa," kata Agung Wibowo, Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Imigrasi Klas 1 Mataram, Senin, 17 Mei 2016.
Sementara, WNA asal Iran melanggar keimigrasian karena tinggal melebihi dari waktu yang diberikan atau overstay dan WNA asal Tunisia tidak memiliki dokumen keimigrasian yang sah.
Baca Juga
Agung menjelaskan penangkapan seluruh WNA tersebut berdasarkan informasi yang diterima yang dilanjutkan dengan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Pihak Imigrasi Mataram menindaklanjuti laporan tersebut dengan menangkap seluruh WNA. Merekat ditangkap di dua tempat berbeda, yaitu di Dasan Geres, Lombok Timur, dan Praya Lombok Tengah.
"Saat ditangkap, mereka tidak berkutik dan kami membawanya ke kantor imigrasi untuk dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan secara mendalam," kata Agung.
Setelah diselidiki, kata Agung, tiga WNA yang masuk ilegal mengaku terpaksa melanggar karena ingin bertemu istri dan anaknya. Namun setelah berada di Indonesia, WNA tersebut tidak memperpanjang izin tinggal karena tidak memiliki uang.
Akibat perbuatan tersebut, Imigrasi Mataram menjatuhi hukuman yang berbeda terhadap kelima WNA. WNA asal Iran dan Yaman dikenakan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman deportasi dan namanya dimasukkan ke dalam daftar penangkalan.
Sementara itu, WNA asal Malaysia, Bangladesh dan Tunisia terancam dikenakan Pasal 113 junto Pasal 119 ayat 1 dengan ancaman kurungan penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.
"Sambil menunggu proses pendeportasian dan tindakan keimigrasian lainnya, ke-lima WNA tersebut ditempatkan di ruang detensi Imigrasi Klas 1 Mataram," kata Agung.
Terkait ketidaksanggupan WNA untuk membeli tiket pulang, Imigrasi Mataram telah berkoordinasi dengan pihak perwakilan negara mereka melalui duta besar masing-masing agar mengakomodasi WNA yang akan dideportasi tersebut, baik dari sisi pendanaan dan pembuatan dokumen perjalanan mereka.
Namun, hingga saat ini pihak Imigrasi mengaku belum mendapatkan jawaban dari perwakilan negara asal WNA yang bermasalah tersebut. "Kami telah menyurati dan konfirmasi secara langsung kepada perwakilan negara asal WNA tersebut, namun kami masih belum mendapatkan jawaban," kata Agung.
Dia juga berharap, pemerintah Indonesia dapat membuat sebuah aturan yang bisa mempermudah langkah Imigrasi dalam mendeportasi warga asing yang melanggar UU Keimigrasian. Menurut Agung, tindakan pendeportasian tersebut membutuhkan biaya dan anggaran yang cukup besar.
"Perlu adanya peraturan yang mengatur untuk mempermudah proses pemulangan WNA yang melakukan pelanggaran. Misal, Setiap warga negara asing yang masuk ke Indonesia diwajibkan untuk memiliki tiket pulang ke negara asalnya," ujar Agung.