Liputan6.com, Solo - Tak seperti Presiden Jokowi yang mendukung keberadaan Go-jek, Pemkot Surakarta justru konsisten menolak ojek berbasis aplikasi online itu beroperasi di Kota Solo. Pemkot menganggap keberadaan Go-jek bisa mengancam keberadaan usaha transportasi yang telah berizin resmi.
"Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2009, keberadaan Go-Jek ini tetap dianggap ilegal," kata Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Pemkot Surakarta Yosca Herman Soedrajad di Solo, Jateng, dilansir Antara, Senin (30/5/2016).
Ia mengatakan, sejak awal sudah menetapkan Go-Jek ilegal. Keputusan itu tidak diambil secara sepihak, melainkan sudah disepakati semua pihak, baik pemkot maupun kepolisian.
"Untuk mengendarai sepeda motor saja, warga harus punya SIM (Surat Izin Mengemudi) dan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan). Apalagi ini sebagai usaha untuk memberikan pelayanan dan menarik uang," ujar Herman.
Baca Juga
Herman mengatakan, setiap perusahaan yang akan beroperasi harus ada izin yang legal dan resmi terlebih dahulu. Selama ini, perusahaan taksi dan pengusaha transportasi lainnya yang juga menerapkan aplikasi telah berizin sebelum beroperasi. Jika Go-jek diperlakukan berbeda, perusahaan transportasi lain akan dirugikan.
"Setiap perusahaan ini kan juga harus memproses izin resmi, membayar pajak dan sebagainya. Dalam setiap usaha legalisasi juga dibutuhkan. Apalagi jika berbicara online, taksi di Solo ini juga sudah online," kata Herman.
Ia mengatakan sampai sata ini belum ada regulasi yang memperbolehkan ojek berbasis aplikasi online ini beroperasi. "Ya harus ada regulasinya dulu. Kalau tidak ada regulasi ya berarti ilegal," ucap Herman.