Liputan6.com, Batam - Warna kuning merona umumnya sebagai lambang kebesaran Melayu. Kain kuning yang melilit nisan di pemakaman tua boleh jadi bukti sejarah keberadaan leluhur Melayu di Batam, Kepulauan Batam.
Ida, salah seorang penduduk kampung tua Nongsa menyebutkan, leluhur Melayu yang dikisahkan dalam Hikayat Melayu Riau Lingga dan Temasek (sekarang bernama Singapura) yang kononnya meninggal di Batam, kini keberadaan makamnya masih menjadi misteri.
"Keberadaan makam tokoh Melayu yang pertama tinggal di Batam masih misteri sampai sekarang," ucap wanita berusia 37 tahun kepada Liputan6.com di Batam, Sabtu 4 Juni 2016.
Ia menuturkan, makam-makam yang dibalut dengan kain kuning memang banyak ditemui di setiap pelosok kampung tua. Namun, tidak satu pun makam diberi nama.
Baca Juga
"Kadang saya pun bingung kalau ada yang berziarah dari luar, Singapura dan Malaysia menanyakan makam Nong Isa dan keturunan dari Kerajaan Temasek," Ida menerangkan.
Sebelumnya, menurut Ida, orang-orang tua dulu tidak menunjukkan nama makam-makam tersebut. Mereka hanya menceritakan hikayat tentang raja-raja Melayu Singapura dan Riau.
Advertisement
Ida menceritakan pula, makam-makam tersebut tak lepas dari kisah sejarah Batam di masa lampau.
Sementara itu saat Liputan6.com meminta konfirmasi, Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau Datuk Abdul Razak mengungkapkan beberapa hal.
Pertama, ia mengatakan, Batam merupakan daerah transit. Sebelum Nong Isa, Pulau Batam berada di bawah perintah Temenggung Abdul Rahman. Namun demikian, Temenggung tidak tinggal di Batam. Ia tinggal di Pulau Bulang dan menjalankan roda pemerintahannya dari sana.
"Selain Pulau Batam, wilayah kekuasaan Temenggung Abdul Rahman juga meliputi Johor, Singapura, Pahang, Muar, serta gugusan Pulau Bulang," ia memaparkan pada Sabtu malam 4 Juni 2016.
Selanjutnya pada 1811, imbuh Abdul Razak, Temenggung Abdul Rahman memindahkan pusat pemerintahan ke Singapura. Menurut sejumlah sejarawan, Temenggung Abdul Rahman mungkin melihat masa depan baru di sana. Sebab, pada waktu itu, Inggris mulai masuk Singapura.
"Ia benar-benar meninggalkannya (Pulau Bulang, termasuk di dalamnya Pulau Batam). Penduduk asli Batam yang mendiami Teluk Senimba dibawa semua," ujar Abdul Razak.
Abdul Razak menambahkan, Temenggung Abdul Rahman praktis menjalankan roda pemerintahannya dari Singapura, dulu disebut Temasek. Bulang dan Batam dijadikan sebagai sebuah pelabuhan transit dalam perjalanan dari Lingga, pusat Kerajaan Riau-Lingga, ke Singapura.
Hingga kemudian Traktat London muncul di tahun 1824. Salah satu poin pentingnya, menurut Abdul Razak, Inggris dan Belanda membatasi kepentingan keduanya pada daerah khusus. Daerah khusus itu dipisahkan oleh Selat Melaka.
Lebih lanjut Abdul Razak memaparkan, kawasan yang berada di sebelah barat dan selatan Selat Melaka, meliputi Riau dan sekitarnya, menjadi milik Belanda. Sementara kawasan yang berada di sebelah timur dan utara Selat Melaka, yakni Tanah Semenanjung dan Singapura, menjadi bagian Inggris.
Namun, Abdul Razak mengungkapkan, Kerajaan Riau-Lingga tidak terima dengan keputusan tersebut -- keputusan itu termaktub dalam Pasal 12 Traktat London. Maka, Sultan Riau Abdul Rahman Muazam Syah I dan Yang Dipertuan Muda VI Raja Jakfar bereaksi dengan memberikan kuasa kepada Nong Isa atas Pulau Batam dan rantau di sekitarnya.