Liputan6.com, Manado - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Utara (Sulut) terus terjadi. Terkini, seorang gadis Manado berinisial Ag (15) dicabuli empat pria, bahkan alat vitalnya ditusuk dengan kayu, Rabu 1 Juni 2016. Keberadaan Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pun dipertanyakan kinerjanya.
"Sulawesi Utara ini sudah darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Lihat saja data-data kasus yang terjadi belakangan ini, di mana peran Satgas PPA yang dicetuskan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, beberapa waktu lalu," ucap aktivis perempuan, Ebby Wewengkang, di Manado, Sulut, Senin 6 Juni 2016
Ebby mengatakan satgas seharusnya segera menunjukkan kerja secara nyata, mencegah serta menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak saat menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Manado, 31 Maret 2016 lalu, salah satu rekomendasinya adalah pembentukan Satgas PPA.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise ketika itu mengatakan, banyak kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang mandek di tangan aparat hukum. "Sehingga memang pembentukan Satgas ini untuk bisa proaktif melaporkan, bahkan mengawal proses proses hukum yang berjalan."
Namun hingga tiga bulan setelah pelaksanaan rakornas itu, keberadaan Satgas PPA tidak terdengar. Sementara di sisi lain kasus kekerasan ataupun kejahatan seksual terus meningkat.
Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulut Ernie Tumundo saat dikonfirmasi terkait keberadaan Satgas PPA ini mengatakan, satgas masih terkendala di strukturnya.
"Kita sudah usulkan struktur di mana ada dua nama, yakni Wakil Gubernur Sulut, serta satu dari unsur masyarakat," ujar Ernie saat dikonfimasi, belum lama ini.
Menurut Ernie, sekalipun Satgas PPA belum terbentuk, namun kerja-kerja terkait penanganan kasus kekerasan tetap dijalankan.
Advertisement
"Melalui Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak atau P2TP2A, kami terus melakukan penanganan kasus kekerasan," Ernie mengungkapkan.
Adapun tren kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Sulawesi Utara terus meningkat. Mayoritas korban yang mengalaminya berasal dari kalangan pelajar.
Sepanjang 2015, dari total 199 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Sulawesi Utara, 116 adalah pemerkosaan. "Hingga Mei 2016, angka kasus perkosaan sudah menyentuh 47 persen dari 119 kasus," kata Ketua Bidang Media dan Data LSM Swara Parangpuang, Nur Hasanah, Selasa 24 Mei 2016.
Dari 116 kasus kejahatan seksual pada 2015 itu, 66 persen korbannya adalah pelajar. "Kami mencatat, kasus perkosaan ini banyak terjadi pada rentang usia 6-18 tahun," ujar Nur. Hingga 30 persen pelaku cabul terhadap pelajar itu adalah pacar sendiri.