Sukses

Pantai Laut Kidul Porak-poranda, Warga Waspadai Gelombang Tinggi

Gelombang tinggi itu merusak berbagai jenis bangunan di pinggir pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Liputan6.com, Yogyakarta - Dalam beberapa hari terakhir, gelombang tinggi menerjang pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan di pantai Gunungkidul, gelombang air laut mencapai ketinggian sekitar 5,8 meter. Gelombang tinggi itu merusak berbagai jenis bangunan di pinggir pantai.

Sekretaris Tim SAR Wilayah II Pantai Baron, Surisdiyanto mengungkapkan, gelombang tinggi hampir merusak seluruh bangunan yang ada di pinggir pantai. Seperti di Pantai Sadranan tercatat ada delapan gazebo ambruk, sedangkan tiga gazebo hilang ditelan ombak.

Ia menambahkan, ada empat gazebo ditelan ombak dan satu gazebo ambruk di Pantai Ngandong. Sementara di Pantai Sundak, tercatat tiga gazebo ambruk, satu rumah makan rusak berat, dua rumah makan tertimbun pasir hingga 50 cm.

Di Pantai Somandeng, imbuh Surisdiyanto, 25 gazebo ambruk, 12 gazebo hilang ditelan ombak, lima buah lapak rusak dan satu rumah makan dindingnya ambrol. Pantai Pok Tunggal, bangunan pos SAR ambruk dan Pantai Sepanjang hampir 80 persen gazebo dan lapak rusak.

"Pantai Watu Kodok pos SAR juga ambruk dan satu gazebo ambruk, sedangkan delapan gazebo yang lain posisinya sudah miring. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, ketinggian gelombang mencapai 19,1 feet," ucap Surisdiyanto di Yogyakarta, Rabu, 8 Juni 2016.

Sementara untuk Pantai Gesing wilayah Desa Girikarto Kecamatan Panggang, menurut Surisdiyanto, badai menyebabkan talut di pinggir pantai ambrol. Tidak hanya itu, tingginya gelombang itu membuat kapal nelayan Dwi Tunggal dengan 2 anak buah kapal (ABK) terjebak di lautan. Dua nelayan asal Pangandaran itu adalah Maidin dan Didik.

"Upaya penyelamatan masih dilakukan. Karena gelombang masih tinggi, kita harus hati-hati," ujar dia.

Koordinator SAR Satlinmas Pantai Baron, Marjono membenarkan jika ada satu kapal nelayan dengan dua ABK terjebak gelombang tinggi. Kapal nelayan yang terjebak itu ada di Pantai Gesing.

Ia menjelaskan, kapal nelayan itu berangkat melaut pada Selasa, 7 Juni 2016. Saat hendak pulang, gelombang tinggi datang dan membatalkan niat mereka bersandar. Para nelayan itu membawa telepon, sehingga dapat berkomunikasi dengan SAR Pantai Baron. Namun, dua nelayan ini terhitung profesional dan biasa menghadapi gelombang tinggi.

"Saya sudah komunikasi dengan mereka (nelayan yang terjebak). Saya minta untuk menurunkan jangkar dan tetap di situ dulu agar aman menunggu gelombang tenang. Mereka nanti akan bersandar," ucap Surisdiyanto.

Penjelasan BMKG Yogyakarta

Adapun Koordinator Operasional Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Joko Budiono mengatakan, gelombang tinggi di pesisir itu bisa mencapai 3,5 hingga 4 meter. Peningkatan gelombang tinggi ini karena ada perbedaan tekanan tinggi yang signifikan di sekitar Australia dan tekanan rendah di wilayah barat daya Sumatera.

Tinggi dan rendah itulah yang menggerakkan angin, sehingga angin timur meningkat. "Angin timuran itu kan angin yang bergerak dari Australia. Ini meningkatkan gelombang. Saat ini angin timuran sedang meningkat kecepatannya 10-20 knot atau 18-26 km per jam," ujar dia di Yogyakarta, Rabu, 8 Juni 2016.

Joko menjelaskan pula, tingginya gelombang itu tergantung dari tekanan tinggi di Australia dan tekanan rendah di Asia yang akan menggerakkan angin di pesisir selatan. Menurut dia, fenomena ini merupakan siklus tahunan. Namun tahun ini merupakan gelombang yang tertinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

"Kalau tekanan yang bergerak tidak besar, ya angin tidak besar. Dibandingkan tahun kemarin lebih tinggi ini. Kemarin kan enggak ada informasi tentang gelombang yang memorak-porandakan," ucap dia.

Masyarakat diimbau tetap waspada terhadap angin dan gelombang tinggi. Terutama bagi warga yang berada di sekitar pantai. Bagi nelayan dengan kapal kecil sangat riskan untuk pergi melaut. "BMKG bikin prediksi satu minggu akan seperti ini, kita akan update seminggu lagi," ujar Joko.