Liputan6.com, Semarang - Lima tangki besar teronggok Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang. Tangki tersebut berisi ribuan liter solar ilegal dan telah berada di rupbasan selama hampir satu tahun.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP), Widodo Ekatjahjana dan Dirjen Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Kementerian Hukum dan HAM, I Wayan Kusmiantha Dusak, kaget saat mengetahui hal tersebut.
Tangki berisi solar itu terparkir di dekat gerbang masuk rupbasan. Beberapa truk ditutup terpal, namun tidak sampai ke tangkinya.
"Penuh? Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, ini barang berbahaya," tanya Widodo kepada petugas rupbasan, Kamis 9 Juni 2016.
Pada tangki tersebut ada tulisan "minyak goreng". Dua pejabat ini kemudian menaiki tangki dan membuka penutupnya. Satu tangki berisi sekitar 8.000 liter solar ilegal.
Truk penuh solar itu adalah barang bukti kasus pengangkutan BBM tanpa dokumen atau izin sejak 10 Juli 2015.
"Ada tangki itu penuh solar beribu-ribu liter, total 5 truk," kata Kepala Rupbasan Kelas 1 Semarang, Suharno kepada Liputan6.com, Jumat (10/6/2016).
Selain menyimpan truk berisi solar ilegal, Rupbasan menyimpan 194 genset yang merupakan barang bukti kasus narkoba di Jepara pada 27 Januari 2016.
Menurut Widodo, pihaknya masih menunggu regulasi tentang penyimpanan barang sitaan di Rupbasan agar bisa dimanfaatkan dan tidak menumpuk. Sebab, ketika menumpuk dan tidak terurus, bisa mengurangi nilai barang tersebut.
"Ini yang harus dibenahi, jadi bagaimana upaya kita nanti hukumnya agar barang sitaan nanti ini bisa cepat dilelang," ujar Widodo.
Akibat ketiadaan regulasi, barang-barang sitaan yang sebenarnya bisa menambah pemasukan negara itu, malah merugikan negara.
"Supaya negara tidak dirugikan, barangnya sudah dikorupsi, barang milik negara diambil, entah itu kayu menyusut (nilainya) sudah harus memberikan biaya perawatan. Negara dirugikan berkali-kali," ucap Widodo.
Perawatan barang-barang sitaan itu juga tak ada standar khusus. Misalnya di Rupbasan Jakarta, biaya perawatan untuk 175 mobil sitaan hanya Rp 24 juta setahun. Ada juga yang Rp 30 juta setahun.
"Itu termasuk mobil mewah, kan susah. Sementara di beberapa daerah lagi yang potensi kejahatan besar dianggarkan kecil," kata Widodo.