Sukses

Sanksi untuk Pemburu Cenderawasih, Denda Piring sampai Diusir

Hanya tujuh kepala suku besar yang boleh mengenakan semacam topi dari burung cenderawasih.

Liputan6.com, Kepulauan Yapen - Masyarakat Kampung Barawai di bagian barat Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, menerapkan sanksi adat untuk melindungi keberadaan burung cenderawasih dari ancaman kepunahan.

Sekretaris Kelompok Pecinta Alam (KPA) Dorei Jaya Paulus Sawias mengatakan, ada kesadaran untuk melindungi cenderawasih dari perburuan liar, yang awalnya hanya dari sekelompok kecil masyarakat menjadi semakin meluas.

"Awalnya ini memang Kelompok Swadaya Masyarakat dengan tugas melindungi burung (cenderawasih) saja. Dulu memang kesadaran belum banyak, kelompok hanya terdiri dari lima orang saja itu pun dalam satu marga," kata Paulus seperti dilansir Antara, Rabu (15/6/2016).

Masyarakat Kampung Barawai menerapkan sanksi adat bagi mereka yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan pemerintah terhadap burung endemik wilayah timur Indonesia ini. Sanksi yang diterapkan pun berjenjang, dari membayar denda berupa piring hingga diusir dari kampung.

"Pengusiran dari kampung dapat dilakukan kepada mereka yang membunuh cenderawasih dalam jumlah yang banyak," ujar Paulus.

Pemburu cenderawasih banyak datang dari kampung sebelah. Tetapi, menurut dia, dengan penjagaan dan penerapan sanksi adat, jumlahnya menyusut hingga mencapai 30 persen.

"Yang harus kita diperhatikan memang ada jam-jam tertentu di mana masyarakat harus benar-benar jaga supaya tidak ada perburuan liar," ujar dia.

Kampung Barawai diketahui memang menjadi salah satu lokasi yang didatangi kelompok pecinta satwa hingga wisatawan untuk melihat cenderawasih secara langsung di alam liar. Bahkan kehadiran wisatawan, yang lebih banyak dari luar negeri tersebut, karena juga ingin mengetahui proses adat memanggil burung cenderawasih.

Sementara itu, menurut Kepala Bidang Destinasi Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Yapen Lazarus Bonai, kabupaten kepulauan ini menjadi salah satu tempat dengan jumlah cenderawasih yang masih cukup banyak.

Jika Raja Ampat menjadikan bentang alamnya yang indah sebagai andalan wisata maka, menurut dia, burung cenderawasih menjadi kekayaan hayati dengan daya tarik besar di Kepulauan Yapen ini.

Menurut Education Sustainable Development officer WWF Indonesia Program Papua, Blandina Isabella Patty, pemahaman terkait cenderawasih sebagai salah satu fauna yang dilindungi kepada masyarakat masih perlu disampaikan. Tujuannya supaya tidak ada lagi perburuan liar oleh masyarakat yang hendak mengambil bulunya untuk kepentingan di luar adat.

Apalagi, menurut dia, sesuai dengan ketentuan adat di Papua secara umum hanya tujuh kepala suku besar yang boleh mengenakan semacam topi dari burung cenderawasih.

"Bahkan presiden atau gubernur pun tidak boleh menggunakannya. Jadi memang perlu ada sosialisasi kepada masyarakat agar dalam prosesi-prosesi adat mereka pun seperti harus sudah menggunakan cenderawasih tiruan saja, tidak perlu yang asli," ucap Isabella.