Sukses

5 Sekawan UGM Kembangkan Daun Meniran Jadi Obat Bengkak

Ide obat anti bengkak berawal dari pengalaman penemu ke tukang pijat diberi daun untuk obati bengkak.

Liputan6.com, Yogyakarta - Bengkak dan luka pada manusia biasa terjadi. Berbeda dengan pengidap tumor dan kanker, luka dan bengkak itu dapat memicu penyakit lain.

Saat ini memang sudah ada obat untuk anti inflamasi atau bengkak, luka dan panas pada manusia. Namun, obat anti-inflamasi kebanyakan dari bahan-bahan kimia. Penggunaan obat kimia dalam jangka panjang atau tidak sesuai dosis yang dianjurkan dapat berefek negatif pada tubuh.

Kondisi itu mendorong lima mahasiswa Fakultas Farmasi UGM mencoba membuat obat anti-inflamasi dari bahan-bahan alami atau herbal.  Kelimanya adalah Ahmad Eko Purwanto, Apriliyani Sofa, Dea Amelia K, Ragil Anang Santoso dan Nadia Khairunnisa.

Mereka meneliti pemanfaatan tanaman dengan mengekstrak daun Meniran hijau (Phyllantus Niruri L) dan daun Mangsi (Securinega Virosa) atau Imer untuk anti-inflamasi.  Tanaman ini dikenal dapat mengobati luka memar, radang atau bengkak. Obat ini dapat menggantikan obat kimia yang saat ini sering digunakan untuk obat bengkak dan memar.

"Gejala inflamasi seperti pembengkakan selama ini gunakan obat kimia. Tapi kalau dikonsumsi jangka panjang dan tidak benar dosisnya, akan berbahaya bagi lambung. Kita gunakan obat herbal dari tanaman untuk menyembuhkan pembengkakan itu," kata April kepada Liputan6.com di Fakultas Farmasi UGM, Rabu, 15 Juni 2016.

April mengatakan ide ini berawal saat ia mengalami bengkak di kaki. Ia lalu mendatangi tukang pijit tradisional untuk mengobati bengkaknya. Usai dipijat, ia kemudian diberi daun untuk ditempelkan ke bagian memar dan bengkak itu. Setelah itu, bengkaknya berkurang cepat.

"Lalu bengkaknya berkurang lalu kami berembug ini tanaman apa. Kita teliti kita cari tahu ini tanaman apa. Setelah dapat ternyata kita teliti memiliki kandungan securinine atau kandungan utama zat aktif untuk menurunkan anti-inflamasi," ujar April.


Dea mengatakan dua tanaman ini mudah ditemukan di perkarangan, kebun hingga di bawah jembatan. Setelah mencari dua tanaman itu, mereka sepakat untuk mengkombinasi dua tanaman tersebut sebagai obat anti-inflamasi.

Ia bersama tim mencari tahu jurnal seputar dua tanaman ini. Mereka akhirnya sepakat untuk melakukan penelitian dua tanaman ini untuk dikombinasikan.

"Gampang ditemukan kalo meniran itu banyak ditemukan tapi yang hijau bukan merah. Kalo imer itu agak susah tapi pasti bisa dapat," ungkap April.

Eko mengatakan, penelitian dimulai sejak Februari 2016. Namun, idenya sudah ada sejak September 2015 lalu. Penelitian ini bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).

Eko menjelaskan awal proses penelitian dimulai dari mencari bahan-bahan tersebut. Setelah terkumpul, daun dikeringkan menggunakan oven lalu diblender hingga menjadi serbuk dan dilarutkan etanol 70 persen.

Pada proses maserasi, bahan diuapkan sampai mengental lalu dijadikan ekstrak. Hasil ekstrak itu diujicobakan pada tikus yang sebelumnya mengalami bengkak pada kakinya.

"Kita ada tiga uji pertama kita cari tahu senyawa bener nggak di tanaman ini. Lalu, uji kedua kita kombinasi dua tanaman untuk sembuhkan inflamasi. Terakhir, uji langsung ke hewan. Jadi, tikus kita bengkakkan kakinya kita beri zat pelarut lalu diglonggong selama 14 hari. Kita kasih ke obat itu ke bagian yang memar dan bengkak," ujar dia.

2 dari 2 halaman

Pertama di Dunia

Sementara itu, lanjut April, hasil dari penelitian sudah diuji dengan enam kontrol atau sampel, termasuk menggunakan bahan pembanding dari obat kimia. Hasilnya, kaki tikus yang diberi anti-inflamasi turun bengkaknya secara signifikan dalam 240 menit. Kaki tikus yang dibengkakkan itu diberikan 50 persen atau sekitar 3,125 miligram.

"Kalau pakai penelitian kita itu bengkaknya turun pelan dan terus menerus. Kalau pakai kimia konstan tapi hasilnya tetap bagus di kita, kempesnya keliatan banget," papar April.

April melanjutkan hasil penelitian ini mereka sepakat memberi nama Nu Imran, kepanjanganya Nutrasetikal Imer Meniran. Menurut dia, penelitian ini merupakan pertama kali di dunia karena belum ditemukan penelitian ini di beberapa jurnal ilmiah di dalam maupun luar negeri.

"Mungkin sudah ada tapi belum dikombinasikan antara Meniran dan Imer. Kalaupun ada, paling cuma imer saja atau meniran aja kalau ini digabung," kata April.

Eko menambahkan hasil penelitian ini masih terus dikembangkan hingga formulasi Nutrasetikal atau nutrisi yang mengandung obat atau semacam multivitamin. Dengan begitu, bisa menjadi terobosan anti-inflamasi alami tanpa efek samping.

"Ke depannya dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu nutrasetikal. Tidak hanya obat tapi bisa dikonsumsi makanan. Lebih memberikan solusi terbaru," ujar April.

Video Terkini