Sukses

Kakek Bertongkat dan Bocah Daffa Beraksi, Ini Kata Budayawan

Bocah Daffa dan Kakek Bertongkat layak diapresiasi atas keberanian dan kepeduliannya.

Liputan6.com, Semarang - Dua pahlawan 'jalanan' muncul di Semarang dalam kurun waktu yang tak selisih lama. Tokoh pertama adalah Daffa, bocah yang sendirian menghentikan sepeda motor melintas di trotoar. Belakangan muncul Sumarjono, kakek yang membubarkan balapan liar dengan bersenjatakan tongkat.

Budayawan Prie GS mencatat dua fenomena itu sebagai kritik tajam atas kondisi terkini. Warga memberi perlawanan atas kesewenang-wenangan satu pihak terhadap pihak lain, sementara otoritas tak berdaya menghadapinya.

Dia menyebutkan persoalan invasi sepeda motor di jalur khusus pejalan kaki, sejatinya terjadi di seluruh kota di Indonesia saat terjadi kemacetan. Dari situ terlihat bahwa negara kewalahan mengembalikan fungsi trotoar kepada pejalan kaki.

"Saat itu, muncullah Daffa yang mengambil alih beban negara. Hebatnya, saat usianya masih kanak-kanak. Ketika para orang tua surut dan takut menghadapi," kata Prie GS kepada Liputan6.com, Jumat (24/6/2016).

Tak lama kemudian, muncul pula sosok mbah Sumarjono, dengan lokasi tak jauh, masih dalam wilayah hukum Polsek Semarang Barat. Mbah Sumarjono bak Sin Kai Lo Sian, seorang pengemis sakti bersenjatakan tongkat dalam cerita silat Pendekar Remaja gubahan Kho Ping Hoo, menghadang para remaja yang merasa jadi pembalap.

Prie GS menuturkan, hal itu bukan karena polisi tak pernah patroli atau menindak, namun cerminan sekedar menunjukkan bahwa frekwensi patroli, jumlah razia, sangat tidak sepadan dengan jumlah keliaran yang ada.

"Saat itu seorang manula datang bak pendekar. Sendirian ia mengobrak-abrik keliaran itu demi tegaknya suatu aturan, ketika negara tak berdaya menghadapi keliaran itu," kata Prie GS.

Memang mbah Sumarjono kebetulan adalah jagoan silat. Namun menurut Prie GS, ini bukan soal kemampuan bela diri. Namun persoalan kepedulian dan keberanian. Jika hanya kemampuan bela diri, tentu masih banyak yang lebih mumpuni di usianya yang lebih muda.

"Dua orang itu, satu masih sangat muda yaitu Daffa, dan satu sudah sangat tua harus turun gelanggang dipastikan karena tak ada pihak yang berani menjawab panggilan ini. Termasuk yang memiliki wewenang," kata Prie GS.

Semarang memang sempat dihebohkan dengan kemunculan dua warga yang menginisiasi penegakan aturan. Fenomena Daffa dan mbah Sumarjono menjadi kritik atas isu penegakan aturan.