Liputan6.com, Buleleng - Nyepi adalah ibadah yang dijalani oleh umat Hindu. Namun di Desa Pegayaman, Buleleng, Bali, Nyepi juga dilaksanakan oleh masyarakat yang beragama Islam. Warga setempat tetap melaksanakan tradisi para leluhur dengan cara yang unik.
Kisah penyebaran Islam di tanah Buleleng dimulai sekitar 15 abad lalu. Saat itu, Kerajaan Buleleng dipimpin oleh raja bernama Panji Sakti. Ia menerima hadiah dari raja Solo sejumlah 80 gajah sebagai kendaraan perang melawan Kerajaan di Badung dan Mengwi. Hubungan baik antara Solo dan Buleleng sejak itu terjalin dengan baik meski mereka berbeda agama.
Seiring waktu, Islam mulai masuk ke kehidupan masyarakat Buleleng. Meski begitu, umat Islam tidak serta-merta ingin melepaskan diri dari tradisi yang diajarkan leluhur. Namun, tradisi itu beradaptasi dengan agama baru mereka. Jika Nyepi dirayakan oleh umat Hindu Bali setiap tahun baru Saka, umat Islam Pegayaman melaksanakan Nyepi untuk menyambut bulan Ramadan.
Advertisement
Nyepi itu bertujuan untuk membersihkan hati. Tata cara pelaksanaannya mirip dengan tirakat yang biasa dilaksanakan warga Muslim di Jawa. Keunikannya terletak pada pembacaan salawat dengan tembang umat Hindu.
"Islam di Pegayaman itu sama seperti Islam yang dibawakan Wali Songo. Mereka kalau bersalawat seperti tembangnya umat Hindu. Tradisi mereka pegang kuat. Jadi antara agama dan budaya itu bersinergi, dan disitulah keunikannya," kata Ketua Baznas Kabupaten Buleleng, KH Maksum Amin saat dihubungi Liputan6.com, Minggu, 26 Juni 2016.
Baca Juga
Selain tradisi Nyepi, ada pula budaya mengejot yang rutin dilaksanakan warga muslim setempat. Mengejot artinya bertukar makanan sebelum bulan Ramadan. Budaya tersebut tentunya disesuaikan dengan syariat agama Islam.
Tak hanya itu, masyarakat di Desa Pegayaman juga masih melakukan ritual adat dan budaya Hindu yang bermakna Islami lainnya. Yaitu, Ngebak Geni. "Mereka melakukan tradisi Ngembak Geni yang biasanya dilakukan umat Hindu sehari sehabis Nyepi. Jadi di sini perpaduan budaya dan agamanya kental sekali," ucap dia.
Sementara itu, warga non-muslim dari sekitar Desa Pegayaman sangat bertoleransi terhadap Umat Islam di daerah tersebut. "Saat umat Islam di Pegayaman melakukan tarawih apalagi saat suara azan berkumandang. Mereka (umat Hindu) menghargai kami, sangat bagus di sini, toleransinya sangat tinggi," kata Maksum Amin.