Sukses

Bio Farma: Pemalsu Vaksin dan Serum Manfaatkan Botol Bekas

Bio Farma yakini produk yang dipalsukan dari perusahaannya adalah serum, bukan vaksin.

Liputan6.com, Bandung - PT Bio Farma buka suara soal pemberitaan dugaan peredaran vaksin dan serum palsu. Sebagai produsen vaksin dalam negeri satu-satunya yang dipercaya oleh WHO, Bio Farma mengaku merugi akibat masalah tersebut.

Hingga kini, Bio Farma telah berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri, Kementerian Kesehatan, Badan POM dan distributor resmi. Presiden Direktur PT BIo Farma, Iskandar mengatakan pihaknya telah memeriksa secara detail langsung ke rumah sakit maupun klinik.

Berdasarkan penelusuran, vaksin dari Bio Farma yang beredar merupakan produk asli dan aman.

"Koordinasi dengan para distributor resmi Bio Farma. Kita kumpulkan kemudian turunkan tenaga pemasaran untuk mendatangi Rumah Sakit dan klinik-klinik untuk lihat stok vaksin yang ada. Kita periksa semua faktur-faktur dan bukti lainnya. Tapi kalau memang masih ragu, silakan Bio Farma siap berikan dukungan penguatan bahwa itu vaksin asli," kata Iskandar saat jumpa pers di Gedung PT Bio Farma, Kota Bandung, Kamis (30/6/2016).

Berdasarkan temuan, kata Iskandar, yang dipalsukan bukanlah vaksin Anti-Tetanus melainkan Serum Anti-Tetanus. Sementara penyelidikan dari Bareskrim, penyebab pemalsuan tersebut salah satunya diakibatkan dari limbah vaksin yaitu botol bekas.

Dia pun berharap setiap fasilitas layanan kesehatan dan pusat imunisasi baik pemerintah maupun swasta, agar memiliki prosedur serta fasilitas pengelolaan limbah vaksin atau wadah bekas vaksin yang telah digunakan maupun kedaluwarsa.

"Informasi yang disampaikan Bareskrim muaranya dari botol bekas. Seharusnya dimusnahkan karena itu paling pas untuk melakukan pencegahan. Limbah kemasan kita sudah SOP-nya botol bekas langsung dimusnahkan, kita sudah lakukan. Waktu kita konferensi pers di Bareskrim, limbah biologis ada penanganannya," jelas Iskandar.

Baca Juga

Sementara itu, Direktur Pemasaran PT Bio Farma Mahendra Suhardono mengakui masyarakat awam kesulitan untuk membedakan vaksin asli dan palsu. Sebab, kemasan maupun botol sangat mirip dengan yang asli.

"Memang masyarakat tidak akan tahu, kita berharap pemerintah lewat juru imunisasinya tahu banyak tentang vaksin. Asli dan tidak sebagai konsumen harus mengandalkan tenaga kesehatan. Rumah sakit yang memberikan harus melakukan pencegahan dengan beli dari distributor resmi," ucap dia.

Menurut dia, yang dipalsukan merupakan jenis vaksin yang memiliki harga cukup mahal. Dengan adanya pemalsuan tersebut, Mahendra mengakui PT Bio Farma cukup dirugikan.

"Pengamatan saya, harganya serum lebih mahal dari pada vaksin, di atas Rp 100 ribu, jauh lebih mahal dari vaksin. Yang paling rugi ya masyarakat yang harusnya dapat kekebalan imunisasi. Soal dipalsukan pasti rugi Bio Farma dari segi pendapatan," kata Mahendra.