Sukses

Sosok Penting di Balik Bangunan-Bangunan Ikonik Kota Bandung

Sosok penting keturunan Belanda itu bahkan menjadi guru yang dihormati oleh Bung Karno.

Liputan6.com, Bandung - Siapa yang tidak mengenal Gedung Merdeka yang menjadi tempat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung? Atau Observatorium Boscha, bangunan pemantau benda-benda langit yang berlokasi di Lembang? Begitu pula dengan penjara Sukamiskin yang kini menjadi penampungan sejumlah tahanan kasus korupsi.

Namun, banyak yang belum tahu siapa sosok penting di balik bangunan-bangunan ikonik itu?

Dia adalah Prof Ir Kemal Charles Prosper Wolff Schoemaker, seorang arsitek keturunan Belanda yang lahir pada 25 Juli 1882 di Banyu Biru, Ambarawa. Dia merupakan salah satu dari tiga arsitek besar di Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II.

Semasa hidupnya, Schoemaker telah menciptakan sekurang-kurangnya 20 bangunan yang masih berdiri dan menjadi ikon Kota Bandung. Selain ketiga bangunan di atas, karya Schoemaker lainnya di antaranya adalah Gedung Indonesia Menggugat, Pendopo Wali Kota Bandung, Gedung Bio Farma, Gedung Landmark, Masjid Cipaganti, dan Villa Isola.

Namun, perhatian pada karya-karya Schoemaker tak sebesar pada tempat peristirahatan terakhirnya. Makam arsitek yang terletak di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pandu itu tidak terurus. Karena itu, sejumlah seniman Bandung yang tergabung dalam Kelompok Anak Rakyat (Lokra) menggelar kegiatan mengenang Schoemaker.

Foto Schoemaker, arsitek besar  di Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II yang menjadi guru Bung Karno di ITB. (Liputan6.com/Aditya Prakasa)

"Sebagai penghormatan kami atas jasanya, kita mengenang dengan melakukan persembahan tari yang berjudul Putih. Kita juga membersihkan makam almarhum dan mengecat makam karena sudah tidak terurus. Lalu bulan ini kan bertepatan dengan bulan Bung Karno," kata Ketua Lokra Gatot Gunawan kepada Liputan6.com di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pandu, Kota Bandung, Kamis, 30 Juni 2016.

2 dari 2 halaman

Guru Bung Karno

Menurut Gatot, tidak ada lagi kerabat dan keturunan Schoemaker yang tinggal di Bandung. Terakhir kali hanya cucunya yang mendatangi makam Schoemaker, yakni pada 12 tahun lalu.

"Tahun 2004 pernah ada cucunya datang ke Bandung untuk lihat makam Schoemaker. Dia tahu kalau kakeknya seorang arsitek terkenal dan berjasa di Bandung, makanya dia pengin lihat. Nama cucunya Jan Schoemaker," kata Gatot.

Dia berharap Pemerintah Kota Bandung lebih memperhatikan situs-situs bersejarah dan makam para tokoh yang memberikan kontribusi untuk Kota Bandung. Kegiatan itu digelar, kata dia, agar generasi muda mengenal sosok seorang Schoemaker.

"Kita berharap makam Schomaker lebih diperhatikan sama Pemkot Bandung karena dia tokoh yang berjasa tidak mendapatkan penghargaan apa pun dari pemerintah. Ini juga agar generasi muda bisa tahu siapa itu Schoemaker," ujar Gatot.

Pada 1922-1924, Schoemaker diangkat sebagai guru besar luar biasa atau tidak tetap di Technische Hoogeschool te Bandoeng, atau yang kini menjadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Dia pun menjadi guru besar Arsitektur, Sejarah Bangunan dan Seni Dekorasi. Salah satu mahasiswanya adalah Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno.

Soekarno pernah berkata, "Salah seorang dosenku Prof Ir Wolff Schomaker adalah orang besar. Baginya tidak ada orang kulit putih atau kulit sawo matang, tidak orang Belanda atau Indonesia, tidak ada penjajah atau orang merdeka. Dia hanya menghargai kemampuan seseorang. Aku sangat menghargai dan menghormati Prof Schoemaker."

Fakta unik lainnya tentang pria yang wafat pada 22 Mei 1949 ini, Schoemaker adalah salah satu sosok yang mendukung pergerakan kemerdekaan Indonesia. Meski seorang muslim, jenazah Schoemaker dimakamkan di TPU Kristen Ereveld Pandu Kota Bandung oleh keluarganya.