Liputan6.com, Yogyakarta - Bertepatan dengan 1 Syawal 1437 Hijriah, Keraton Yogyakarta Hadiningrat memiliki tradisi unik dan menarik ketika menyambut hari raya Idul Fitri. Tradisi itu bernama Grebeg Syawal.
Upacara Grebeg ini identik dengan gunungan yang membentuk seperti gunung dengan bagian ujung yang lancip. Atau disebut dengan gunungan wadon.
Gunungan wadon biasanya dihiasi dengan beraneka ragam kue-kue kecil seperti wajik dan hasil bumi lainnya. Nantinya setiap gunungan bisa diperebutkan warga.
Namun sebelum ribuan warga Yogya memperebutkannya, tiba-tiba salah satu gunungan terjatuh saat diarak menuju Masjid Gede Kauman, Kamis (7/7/2016) siang. Insiden ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Berita ini berhasil menyita perhatian pembaca Liputan6.com, terutama di kanal Regional, Kamis (7/7/2016).
Advertisement
Dua berita lainnya yang tak kalah menarik adalah prosesi Ngabekten di Keraton Yogyakarta yang tidak dihadiri para adik Sultan HB X dan ribuan pasukan gereja amankan Lebaran di Manado.
Berikut berita-berita terpopuler yang terangkum dalam Top 3 Regional:
1. Gunungan Grebeg Syawal Keraton Yogya Jatuh, Isyarat Apa?
Dalam upacara Grebeg Syawal, Keraton Yogyakarta mengeluarkan tujuh gunungan. Satu gunungan diantar ke Puro Pakualaman, satu diantar ke Kepatihan, dan lima lainnya dibawa ke Masjid Gede Kauman untuk diperebutkan.
Namun pada saat diarak menuju Masjid Gede Kauman, Kamis (7/7/2016) siang, salah satu gunungan wadon yang berisi wajik terjatuh.
"Gunungan jatuh seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Manggala Yuda atau pemimpin prajurit Kraton Yogyakarta, GBPH Yudhaningrat, di Yogyakarta, Kamis (7/7/2016).
Dia merasa ada sesuatu yang tidak wajar dari insiden itu. Bisa jadi itu pertanda ritual tidak sinkron dengan alam.
2. Adik Sultan Yogya: Semoga Ngarso Dalem Bisa Introspeksi Diri
Prosesi Ngabekten yang dilakukan keluarga Keraton Yogyakarta sudah berjalan sejak Panembahan Senopati.
Saat tradisi digelar, keluarga dan kerabat memohon maaf serta menunjukkan tanda bakti dan loyalitas kepada Sultan yang bertahta. Namun, adik-adik Sultan atau rayi dalem menegaskan tidak akan datang ke acara keraton tersebut.
Adik Sultan menganggap acara sakral tahunan itu sudah tidak sesuai lagi. Sebab, Sultan HB X dinilai sudah melanggar Paugeran atau adat istiadat tradisi budaya Keraton Yogyakarta.
Salah satunya dengan mengganti namanya dari Buwono menjadi Bawono.
3. Ribuan Pasukan Gereja Amankan Lebaran di Manado
Pasca-ledakan bom bunuh diri di Solo, penjagaan saat perayaan Idul Fitri di daerah-daerah diperketat. Di Manado, pengamanan ini tak hanya dilakukan oleh aparat kepolisian melainkan juga elemen masyarakat.
Yaitu ribuan pasukan khusus Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang bernama Panji Yosua.
“Ada 12.500 pasukan khusus yang kami turunkan sejak malam takbiran, salat Ied, hingga dua hari pasca lebaran,” kata Panglima Tertinggi Panji Yosua, Stefanus Liow kepada Liputan6.com, Selasa 5 Juli 2016.
Di sejumlah kawasan seperti lapangan Sparta Tikala Manado misalnya, pasukan berseragam coklat-coklat ini berbaur bersama aparat kepolisian menjaga proses salat Id.