Liputan6.com, Medan - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) berhasil menggagalkan upaya perdagangan 13 ekor trenggiling (Manis javanicus). Saat ini dua tersangka masih diperiksa Kepolisian Daerah Sumatera Utara guna penyelidikan lebih lanjut.
Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi, menjelaskan pihaknya bersama tim dari Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu (Subdit Tipiter) Polda Sumut pada Selasa, 19 Juli 2016, menggerebek sebuah rumah di daerah Mariendal, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Sumut. Saat penggerebekan, petugas menemukan satu dari 13 ekor trenggiling itu sudah mati.
Pada penggerebekan tersebut diketahui 13 trenggiling ditempatkan dalam boks dan dibungkus dengan kertas serta plastik. Penggerebekan yang diawali dari informasi masyarakat tersebut berhasil menangkap dua orang tersangka yang kini diperiksa penyidik Polda Sumut.
"Kasus perdagangan ilegal satwa liar dilindungi, yakni trenggiling. Ini merupakan kejadian yang kesekian kalinya. Di Sumatera Utara sendiri skalanya semakin meningkat. Tidak hanya nasional, tapi juga melibatkan jaringan internasional," kata Hotmauli.
Baca Juga
Advertisement
Meningkatnya perdagangan satwa liar dilindungi, menurut dia, tidak lepas dengan semakin meningkatnya perkembangan teknologi internet. Bahkan, kata dia, dipandang dari sisi ekonomis, perdagangan satwa liar dilindungi melalui internet telah mencapai urutan kedua setelah bisnis narkoba.
"Dari sisi ekologis, perdagangan satwa liar ini telah merusak ekosistem penyangga kehidupan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun denda Rp 100 juta," ungkap Hotmauli.
Dia menambahkan, sebagai tindak lanjut, seluruh trenggiling yang masih hidup tersebut akan dilepasliarkan di habitatnya yang diharapkan jauh dari jangkauan pihak-pihak yang hendak menangkapnya lagi. Sedangkan, trenggiling yang mati akan dikuburkan.
Humas BBKSDA Sumut, Alfianto Siregar menjelaskan, dari keterangan para tersangka, tenggiling-tenggiling tersebut merupakan satwa hasil tangkapan dari hutan di daerah Siborong-borong.
Dia juga mengatakan satwa yang masuk dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) berdasarkan International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN , 2008) hingga saat ini belum ada yang berhasil menangkarkan trenggiling.
"Pernah kita coba dengan Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli beberapa tahun yang lalu, tapi hingga sekarang belum membuahkan hasil," kata Alfianto.