Liputan6.com, Semarang - Wati (28) gelisah. Di kamarnya, ia sibuk mengepak barang-barang. Tumpukan tanktop, pakaian dalam, dan juga baju-baju serta celana ditumpuk berjejal di tas hitamnya.
Sementara pada tas lain yang lebih kecil, ia memasukkan seperangkat kosmetik, parfum, dan beberapa dus alat kontrasepsi.
Wati adalah pekerja seks komersial (PSK) yang menghuni Panti Resosialisasi Argorejo atau Sunan Kuning Semarang, Jawa Tengah. Dengan wajah sedih, hari ini Rabu (20/7/2016) ia akan kembali ke kampung halamannya di Indramayu, Jawa barat.
Advertisement
Dia harus meninggalkan tempat tinggalnya saat ini karena kebijakan pengurus panti. Wati tidak sendirian. Di sana ada juga Dona, Clara, Ninih dan lebih dari seratus PSK lainnya.
"Karena banyak teman-teman yang tidak taat aturan, jadinya kami yang taat aturan ikut diusir juga," Wati mengeluh.
Berdasarkan data dari Panti Resosialisasi Argorejo Sunan Kuning, setidaknya ada 150 PSK asal Jawa Barat yang harus dipulangkan ke kampung halamannya. Daerah asal mereka tersebar mulai dari Indramayu, Cirebon, Ciamis, hingga Kuningan.
'Nakal'
Menurut Ketua Resos Argorejo, Suwandi, para PSK asal Jawa Barat sengaja dipulangkan dan hanya menyisakan sekitar 40-an orang saja. Pemulangan itu dilakukan karena mayoritas mereka tidak menaati aturan di wilayahnya.
"Mereka yang nekat bertahan dan menampung, akan kami tutup wismanya. Kami menugaskan 15 personel untuk mendata siapa-siapa saja yang dari Jabar," tutur Suwandi.
Salah satu alasan utama pemulangan itu, Suwandi menegaskan, para pekerja seks asal Jawa Barat sering tidak mau mengikuti screening kesehatan. Mereka juga tak mau menabung ataupun ikut pelatihan pengentasan PSK.
Kebijakan pengelola resos sudah final. Mereka tak lagi mau menampung. Setidaknya, ketika mereka tak mau dipulangkan, tak lagi bisa berjualan jasa kehangatan tubuh di Sunan Kuning.
"Tindakan mereka telah menggagalkan program pengentasan PSK," tutur Suwandi.
Jika semua pekerja seks komersial asal Jawa Barat sudah pulang, jumlah PSK di Sunan Kuning akan berkurang dan tinggal 400-an. Suwandi menjelaskan, hal itu sesuai dengan programnya, yakni ingin mengurangi jumlah PSK.
Target dari resos, setiap tahun bisa mengentaskan antara 30-40 orang PSK menjadi wirausahawan mandiri. Selain PSK asal Jawa Barat, lampu merah juga diberlakukan kepada pekerja seks bekas Kalijodo, Jakarta dan Gang Dolly Surabaya, Jatim.
Bila nanti ditemukan PSK menyelundup ke resos, ia mengancam bakal menutup wismanya.
Galau
Menghadapi kebijakan pengelola panti resos, Wati mengaku bingung. Meskipun sebelumnya ia menuding teman-temannya di Sunan Kuning melanggar aturan, ternyata kebingungan Wati dipicu ketiadaan tabungan.
"Saya menyesal. Pendapatan saya setiap hari bisa mencapai minimal Rp 700 ribu. Memang lebih banyak saya kirim ke kampung. Sekarang saya sudah punya rumah dan sepetak sawah," tutur Wati.
Dia mengakui tidak ikut menabung seperti yang diprogramkan pengelola panti. Alasannya, kebutuhannya juga tinggi.
"Iya. Saya juga enggak tahu ke mana duit saya. Mungkin karena gampang dapatnya, membuangnya juga gampang," kata perempuan berkulit kuning langsat tanpa sapuan bedak tebal itu.
Kini Wati mengaku galau. Sepulang dari Sunan Kuning ia tak tahu harus bekerja apa. Keterampilan ia tak punya. Satu-satunya tabungan adalah sepetak sawah yang sudah dibelinya dua bulan lalu.
"Entahlah. Saya kan hanya bisa telentang dan mendesah," ujar Wati.
Kepulan asap rokok dari bibirnya pelan menghilang, menyatu dengan udara. Saat itu ia sudah selesai mengemas barang-barangnya. Wati siap pulang.
Advertisement