Sukses

Gelombang La Nina di Bali, Ini Dampak-dampaknya

Fenomena gelombang La Nina itu merupakan fenomena yang membawa aliran masa uap air di Samudera Pasifik ke Indonesia, termasuk Bali.

Liputan6.com, Denpasar - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan adanya fenomena gelombang La Nina yang diprediksi terjadi di Indonesia, termasuk Bali hingga akhir tahun 2016.

Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar Wiryajaya memprediksi fenomena tersebut sudah mulai terasa pada Juli ini. Kendati, sebelumnya gejala alam itu mulai terjadi pada Agustus 2016.

"Kami prediksi terjadi La Nina hingga akhir tahun dengan intensitas lemah," ucap dia di Kuta, Kabupaten Badung, seperti dilansir Antara, Selasa (26/7/2016).

Menurut Wiryajaya, BMKG memprediksi intensitas La Nina tersebut cenderung lemah dengan indeks minus 0,5 hingga minus 1. Dia menjelaskan, fenomena global tersebut merupakan fenomena yang membawa aliran masa uap air di Samudera Pasifik ke Indonesia, termasuk Bali.

Dengan demikian, imbuh dia, suhu muka air laut sekitar wilayah perairan Indonesia termasuk Bali cukup hangat yang berkontribusi membentuk awan konvektif atau awan hujan dari hasil penguapan.

Itu artinya, lanjut Wiryajaya, La Nina diwarnai hujan meskipun saat ini telah memasuki musim kemarau, sehingga pihaknya menyebut sekarang merupakan musim kemarau basah.

"Sekarang musim kemarau, tetapi curah hujan banyak dari biasanya," ujar dia seraya menambahkan bahwa fenomena itu berbeda dengan El Nino yang cenderung kering. Untuk itu pihaknya mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai bencana karena hujan dengan intensitas cukup tinggi.

Meski demikian, menurut Wiryajaya, fenomena La Nina tidak selamanya membawa dampak negatif. Sebab bagi pertanian, sebagian komoditas yang membutuhkan banyak air, kondisi itu cukup membantu petani.