Liputan6.com, Yogyakarta - Museum Monumen Jogja Kembali (Monjali) menjadi salah satu tujuan wisata di Yogyakarta. Setiap tahun, sekitar 300 ribu pengunjung datang ke museum ini. Sebanyak 80 persen pengunjung berasal dari kalangan pelajar.
Abdul Rauf, juru bicara dan pemandu Monjali, mengatakan ada tiga lantai yang dapat dinikmati pengunjung. Namun, ada satu ruangan dimana pengunjung dapat menangis tersedu sedu. Ruangan itu bernama Garba Graha.
Ruangan ini berada di lantai tiga atau tempat meditasi. Rauf mengatakan para pengunjung yang datang ke ruangan ini saat hening dan berdoa seolah merasakan perjuangan para pahlawan.
Baca Juga
"Anak-anak mulai menangis mungkin menghayati perjuangan para pahlawan. Hampir semua menangis. Garba graha namanya. Garba itu dalam graha itu bisa berarti rumah atau ruangan. Jadi tempat paling dalam monumen itu ruang untuk berdoa," kata Rauf di Monjali, Selasa, 26 Juli 2016.
Rauf mengatakan ruangan itu merupakan ruangan kosong. Ruangan itu memang ditujukan untuk mengheningkan cipta bagi para pahlawan.
"Ruangannya kosong cuma relief simbol bendera duplikat dan kata-kata sejarah pelaku sejarah. itu ruang khusus untuk berdoa. mereka hening di situ," ujar pria yang sudah bekerja 27 tahun di Monjali ini.
Rauf mengatakan para pelajar yang menangis saat di ruang Garba Graha ini memiliki jiwa peka terhadap perjuangan. Ia berharap tidak hanya para pelajar, tapi para pejabat juga dapat merasakan yang sama. Harapannya dapat memaknai perjuangan sehingga dalam mengambil keputusan sesuai dengan semangat membangun bangsa.
Advertisement
Para pengunjung yang masuk ke dalam museum diharapkan dapat mengenang jiwa patriotisme pejuang kemerdekaan. Sebab, di dalam museum tersimpan ribuan koleksi hasil perjuangan para pahlawan. Koleksi dan nilai yang terkandung diharapkan membangkitkan semangat membangun negeri ini.
"Koleksinya ribuan ada museum ada empat ruangan lalu ada diorama dan ruang garba graha. Andalan ada di diorama ada 10 diorama. ini yang membedakan dengan museum lain, diorama ukuran manusia hidup lebih menarik disaksikan," ujarnya.
Rauf menambahkan pengunjung Monjali juga akan disuguhi film hitam putih yang menceritakan peristiwa perjuangan di Jogja. Film dari arsip nasional itu berdurasi 10 menit. Berbagai kejadian saat itu seperti penghancuran Maguwo oleh Belanda, gerilya Jenderal Sudirman dan Proklamator di Gedung Agung Yogya dapat dilihat langsung anak anak.
Dengan tiket masuk seharga Rp 10 ribu, pengunjung sudah menikmati wisata museum dari pagi hingga sore hari. Malam harinya, pengunjung dapat menikmati wisata malam di area Monjali dengan Taman Lampion. Taman yang dibuka sejak 2011 lalu itu cukup mendapat respons bagus dari masyarakat.
"Inovasi wisata malam bagian dari upaya kita supaya Monjali bisa eksis. Sehingga kita harus pandai inovasi agar kita bisa bertahan. Ini tantangan kita supaya generasi muda tertarik," ujar dia.
Soal bentuk monumen yang mengerucut seperti tumpeng, kata dia, banyak pengunjung yang menanyakan artinya, terutama yang dari luar kota. "Bentuk tumpeng ini berarti simbol terima kasih dan rasa syukur kepada Tuhan."