Sukses

Jarak Ombak dan Rumah Warga Ternate Makin Dekat

Hingga 1980-an, jarak pemukiman warga Ternate dari bibir pantai mencapai 100 meter.

Liputan6.com, Ternate - "Dampak ini walaupun perlahan, tapi pasti," kata Edy Hatary, salah satu Kepala Bidang di Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemerintah Kota Ternate, saat memaparkan materi Penanganan Perubahan Iklim Lingkungan Hidup, Hutan, dan ESDM wilayah Ternate.

Dia mengatakan, dampak pemanasan global itu menimbulkan permukaan air laut naik dan menyebabkan abrasi di beberapa pesisir pantai wilayah setempat.

"Sejak 1948-1980an, jarak pemukiman warga 100 meter dari bibir pantai. Saat ini, kondisi tersebut telah berubah drastis, seperti di pesisir Kelurahan Jambula-Afe Taduma, Pulau Ternate, hempasan ombak telah sampai di belakang rumah warga," kata dia, di Hotel Bela Internasional, Ternate, Malut, Rabu, 27 Juli 2016.

Kabid Pengendalian dan Pemulihan Dampak Lingkungan BLH itu mengungkapkan, kondisi tersebut hampir terjadi di seluruh pesisir pantai. Selain Ternate Pulau, jarak garis pantai pesisir di Benteng Kalamata, Ternate Selatan, dan Dufa-Dufa, Tafure, Tabam, Sulamadaha-Takome, Ternate Utara, lebih dekat rumah warga.

"Selain itu, Ternate juga rawan tsunami dan banjir. Bahkan dilanda awan panas, aliran larva dan lahar dingin menyebabkan kekeringan. Dalam lima tahun belakangan, dampak ini sangat terasa antara 2010-2015 terjadi kebakaran hutan," dia menambahkan.

Dia mengungkapkan, kekeringan mengakibatkan gangguan pola tanam yang mengancam keamanan pangan masyarakat setempat. Kekeringan jenis ini, kata dia, dapat menimbulkan kelaparan yang meluas dan menurunnya kualitas kesehatan manusia dan hewan.

Dia mengatakan, dalam menghadapi perubahan iklim itu, Pemkot setempat telah melaksanakan penyelarasan strategi nasional untuk Mitigasi dan Adaptasi perubahan iklim. Untuk mitigasi, pemerintah berupaya mereduksi emisi gas rumah kaca dan intensitas energi dari pertumbuhan ekonomi.

Sementara agenda adaptasi, Edy menyatakan pemerintah mengembangkan pola pembangunan yang tahan terhadap dampak perubahan iklim dan gangguan anomali cuaca yang terjadi saat ini dan antisipasi dampaknya ke depan.

"Di antaranya penghijauan daerah pesisir pantai, bangun taman, jalur hijau, dan hutan kota, serta pengelolaan banjir, rekonstruksi dan pengelolaan kawasan barangka (kali mati), dan pengelolaan terumbu karang," jelas Edy.