Sukses

Pimpin Perang, Jenderal Sudirman Ternyata Tidak Suka Adu Senjata

Jenderal Sudirman lebih suka berdiplomasi dibandingkan adu senjata lewat perang.

Liputan6.com, Yogyakarta - Meski dikenal karena memimpin perang gerilya, Jenderal Sudirman ternyata lebih sering menggunakan cara diplomasi dibandingkan kontak senjata.

"Sudirman ini pendiam, tetapi jika sudah berbicara banyak orang segan," ujar Sardiman, sejarawan Universitas Negeri Yogyakarta, kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Dia mencatat, ada beberapa peristiwa yang membuktikan Sudirman lebih menempuh langkah diplomasi ketimbang adu fisik. Pertama, sewaktu sekolah tempat dia mengajar dan menjadi kepala sekolah hendak ditutup oleh Jepang. Sudirman justru memadamkan keinginan Jepang dengan mengemukakan alasan logis.

"Ketika itu Sudirman bilang, kalau Jepang mau mengambil hati rakyat Indonesia jangan menutup sekolah, dan ucapannya itu pun dituruti oleh Jepang," tutur dia.

Peristiwa lain adalah pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) di Gumilir, Cilacap. Sudirman yang kala itu sudah menjadi anggota PETA dimintai tolong oleh Jepang untuk memadamkan pemberontakan.

Dia tidak langsung menyetujui permintaan tersebut. Pak Dirman mengajukan syarat, yakni pemberontakan akan dipadamkan tetapi tentara PETA, yang rata-rata rakyat Indonesia, tidak boleh ditangkap dan dianiaya. Jepang menyetujui hal itu dan pemberontakan pun dihentikan.

Saat menjadi tentara Badan Keamanan Rakyat (BKR), kata Sardiman, Sudirman juga memprakarsai perampasan senjata dari tentara Jepang tanpa kekerasan. Mereka bernegosiasi, senjata diambil untuk tentara Indonesia dan tentara Jepang akan dipulangkan ke negaranya.

"Alhasil bisa mendapat senjata banyak tanpa harus ada pertempuran darah," ucap Sardiman.