Liputan6.com, Makassar - Pengakuan terpidana mati, Freddy Budiman yang disebar oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar melalui tulisan di media sosial mengundang tanggapan dari berbagai kalangan. Satu di antaranya dari Alwy Rachman, budayawan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut Alwy, cerita terpidana mati Freddy Budiman yang telah dieksekusi mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada Jumat dini hari 29 Juli lalu, mungkin saja adalah bagian dari demoralisasi terhadap keseluruhan kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri.
Cerita seperti itu, menurut Alwy, dapat berdampak buruk terhadap upaya pemberantasan narkoba. Kinerja aparat, lanjut dia, semestinya diapresiasi mengingat dampak narkotika telah menjelma menjadi masalah sosial yang semakin hari semakin meluas dan telah menjangkau hampir semua lapisan masyarakat.
Advertisement
"Hukum positif Indonesia masih membenarkan adanya hukuman mati. Cerita Freddy Budiman tak bisa dijadikan sandaran bagi keselamatan masyarakat. Bagaimana bisa sosok bandit harus menjadi rujukan? Celaka dong masyarakat kalau begini," ucap Alwy di Makassar, Minggu 31 Juli 2016.
Baca Juga
Menurut Alwy, negara harus tegas memberantas narkotika karena jejaring narkotika bukan organisasi biasa. Melainkan bisa melumpuhkan negara jika dibiarkan merajalela. "Kasus-kasus di negara Amerika Latin adalah pelajaran berharga untuk kita."
Eksistensi bandit, lanjut Alwy, tak bisa dijadikan bagian dari moral bangsa. Perlahan tapi pasti dimana para bandit narkotika tak bekerja sendiri sehingga memang harus dihadapi sejak dini.
"Kita tak bisa membiarkan Indonesia ini menjadi bulan-bulanan oleh geng narkotika sebagaimana yang menimpa banyak negara-negara di Amerika Latin. Perang terhadap narkotika mirip perang terhadap terorisme. Narkotika semestinya diperangi secara global, nasional, dan lokal," ia memaparkan.
Sebelumnya, Koordinator Kontras, Haris Azhar melalui tulisannya yang merupakan pengakuan dari terpidana mati Freddy Budiman mengungkapkan informasi-informasi rahasia tentang sepak terjang dan kelemahan aparat penegak hukum baik itu Polri, BNN, dan TNI dalam menangani kasus penyalahgunaan narkoba.
Freddy Budiman yang telah dieksekusi merupakan terpidana mati yang divonis setelah terbukti mengontrol peredaran 1,4 juta pil ekstasi dari balik jeruji besi. Sebelumnya pada 2009, ia juga pernah dijebloskan ke penjara lantaran kepemilikan 500 gram methamphetamine. Setelah bebas pada 2011, ia pun kembali ditangkap akibat kepemilikan metamphetamine serta alat pembuatan narkoba.