Liputan6.com, Malang - Limbah aluminium bisa diolah menjadi bahan penghilang bau badan alias deodoran. Seperti yang diciptakan mahasiswa program studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT-UB) Malang, Jawa Timur.
Nama deodoran temuan tim ini adalah Alumunium Cans Antiperspirant Deodorant (ALCANDEON). Dengan temuan itu, mereka meraih penghargaan internasional di ajang 2nd International Art Creativity and Engineering Exhibition. Ketua tim penemu limbah aluminium ini, Surya Diki mengatakan, karyanya ini terinspirasi dari sulitnya limbah aluminium terurai di lingkungan. Namun di sisi lain aluminium merupakan salah satu unsur penyusun tawas, bahan dasar deodoran.
"Limbah aluminium bisa didapatkan dari kaleng atau bekas aluminium foil pada kemasan obat dan minuman instan," kata Surya di Malang, Jatim, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (6/8/2016).
Dia menjelaskan, proses pembuatan produk yang telah dikembangkan selama dua bulan di Laboratorium Sains Teknik Kimia UB tersebut dilakukan dengan cara mengekstrak limbah aluminium dengan kalium hidroksida (KOH), kemudian direaksikan dengan asam sulfat (H2SO4) yang nantinya akan menghasilkan kalium aluminium sulfat atau tawas.
"Kelebihan produk ini tidak mengandung unsur klorin (CI) yang dapat menyebabkan iritasi kulit," tutur mahasiswa semester 5 tersebut.
Baca Juga
Menurut dia, aluminium juga berfungsi untuk mengecilkan pori-pori kulit sehingga tidak mengeluarkan keringat (antiperspirant). Dari hasil uji coba produk juga didapatkan hasil derajat keasaman pada kulit (PH) mencapai 3,9 atau sesuai dengan kondisi kulit manusia.
Biaya produksi deodoran yang berbahan baku limbah aluminium itu sekitar Rp 10.000 per buahnya.
Penghargaan 2nd International Art Creativity & Engineering Exhibition tersebut diselenggarakan oleh Universitas Ubudiyah Indonesia (UUI) di Banda Aceh, 20-21 Juli 2016. Kegiatan tersebut telah diakui organisasi World Invention Intellectual Property Associations (WIPA).
Tim ALCANDEON FT-UB terdiri dari Surya Diki Andrianto, Rachdian Rizqi Abadi, Septia Astuti, dan dibimbing oleh dosen Bambang Ismuyanto. Pada kompetisi ini mereka juga meraih penghargaan di bidang lingkungan berupa medali emas dan Special Award dari Association Innovation Award (AIA) Korea Selatan.
Ajang ini diikuti 60 peserta baik dari siswa tingkat SMA/SMK maupun mahasiswa dari berbagai negara, seperti Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Kamboja, dan Korea Selatan.