Sukses

Survei: Jawa Barat 'Juara' Kasus Intoleransi di Indonesia

Bupati Purwakarta sebut otak pelaku intoleran bukan orang Jawa Barat.

Liputan6.com, Cirebon - Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid menyebutkan hasil survei 2016 menunjukkan kecenderungan masyarakat untuk berpandangan dan berperilaku intoleran terus meningkat. Dari 1.520 responden yang tersebar di Indonesia, 7,7 persen menyatakan bersedia berpartisipasi melibatkan kekerasan atas nama agama.

Kekerasan itu bisa berupa aksi sweeping, demonstrasi, menentang kelompok yang dinilai menodai agama, atau melakukan penyerangan rumah ibadah pemeluk agama lain. "Survei ini menggunakan multi-stage random sampling dengan perkiraan margin error 2,6 persen dan tingkat keyakinan 95 persen," sebut Yenny dalam Dialog Publik dan Workshop Desa Inklusi di Cirebon, Selasa, 9 Agustus 2016.

Angka prosentase memang relatif kecil, kata Yenny, namun jika dikonversikan dengan jumlah penduduk di Indonesia maka menunjukkan 19,55 juta penduduk cenderung intoleran. Dari data survei Wahid Foundation, provinsi Jawa Barat memasuki urutan pertama kasus intoleransi di Indonesia.

"Ini memprihatinkan dari data yang kami sirvei dan kami himpun di kepolisian hampir 80 persen pelaku bom bunuh diri di Indonesia dari Jawa Barat," jelasnya.

Kendati demikian, dia optimistis masyarakat Jawa Barat dengan kultur yang masih melekat mampu membangun kesadaran yang sama tentang paham keberagaman.

Dari kondisi tersebut, Yenny melihat masyarakat desa harus menjadi penegak kedaulatan bangsa. Dia mengajak kepala daerah dan kepala desa untuk menciptakan desa yang inklusif bagi pemikiran toleran dan teguh pada tradisi.

Menurutnya, jika desa tidak kuat menjadi penegak kedaulatan bangsa, banyak pertempuran yang akan berdampak besar terhadap dinamika di negara Indonesia.

"Sebab, kepala daerah yang paling mengerti kondisi daerahnya hingga kepala desa dan kami hanya ingin mengajak membangun kesadaran bersama. Kearifan lokal menjadi inspirasi bukan bagi desanya tapi bagi nasional," ujar dia.

Otaknya Bukan Orang Jawa Barat

Pada kesempatan itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menjelaskan orang Jawa Barat atau orang Sunda memiliki karakter diam. Karena sikapnya itu, masyarakat tidak memiliki piranti kebudayaan yang cukup kuat dalam menahan arus baru.

"Ketika punya semangat gotong royong yang kuat, dengan prinsip kebudayaan kemudian tiba-tiba paham kami dianggap musyrik. Mereka diam karena takut mendengar argumen yang urusannya surga dan neraka," jelas Dedi.

"Akhirnya yang dikorbankan adalah orang Jawa Barat, karena seluruh aliran kebanyakan dari luar. Yang dididik tukang bom, tukang demonstrasi, memukul, tukang menusuknya itu orang Sunda, Cirebon, Majalengka. Padahal, aktor intelektualnya dari luar Jawa Barat," dia menegaskan.

Dedi menyatakan terjadi intoleransi di Jawa Barat justru karena toleransinya orang Jawa Barat itu sendiri. "Saking toleransinya jadi intoleransi dan yang intoleransinya," tegasnya.

Dedi memberi solusi, agar Jawa Barat lebih ditingkatkan yakni dengan menguatkan kebudayaan. selain itu negara harus hadir dalam mengawal toleransi di masyarakat. "Sikap terbuka dan toleran itu sudah ada sejak zaman dahulu termasuk zaman Wali Songo."