Liputan6.com, Ternate - Raja Tidore ke-37, Husain Syah ingin mengulangi lagi peristiwa Motir Verbond yang terjadi pada 1322 silam. Dalam buku Kepulauan Rempah-Rempah karangan Adnan Amal dijelaskan Motir Verbond merupakan persekutuan yang dibuat empat kerajaan di wilayah Maluku, yakni Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.
Persekutuan dibuat setelah keempat kerajaan bertemu dan bernegosiasi di Moti untuk membahas ketegangan di antara mereka. Moti merupakan sebuah kecamatan di Kota Ternate, Maluku Utara.
Keempat pemimpin kerajaan lalu sepakat untuk menyeragamkan lembaga-lembaga kerajaan dan pemerintahan dari pusat sampai seluruh daerah kekuasaan empat kerajaan tersebut. Dengan kata lain, persekutuan itu berhasil meredam ambisi dari seluruh penguasa, termasuk upaya ekspansi dengan ancaman militer dari dua kerajaan besar Maluku, yakni Ternate dan Tidore.
Adnan menuliskan, sejak persekutuan dibuat, warga Moloku Kie Raha (empat kerajaan Maluku) mengalami masa aman dan damai dari berbagai intrik politik dan permusuhan selama 20 tahun. Semangat itulah, kata Sultan Tidore, yang ingin kembali dibangkitkan demi merangkul perbedaan yang kini muncul kembali.
"Jadi gagasan dan ide saya ini muncul setelah menghadiri dialog yang diselenggarakan Garda (Generasi Muda) Nuku di halaman Kantor Eks Gubernur Malut (7/8/2016) dengan tajuk, Tanpa Nuku Adakah Indonesia?," kata Raja Tidore kepada Liputan6.com, di Ternate, Senin malam, 8 Agustus 2016.
Menurut Sultan, semangat dari persekutuan Moti merupakan sebuah gagasan yang sangat brilian dan mulia jika diterapkan konteks masa kini. Utamanya bagi masyarakat Maluku Utara untuk bersama membangun daerah.
Baca Juga
"Tentunya berbeda dengan Konfederasi Motir Verbond pada 1322 yang hanya melibatkan empat kesultanan. Kali ini, selain mengkomunikasikan hal kesiapan itu kepada ketiga kerajaan lainnya (Kesultanan Ternate, Jailolo, dan Bacan), saya juga berencana melibatkan gubernur, bupati, wali kota, stakeholder, dan delegasi dari masyarakat masing-masing daerah di Malut," kata Husain.
Menurut Husain, membangun daerah tidak bisa dilaksanakan sendiri-sendiri dan hanya menyerahkan pada pemerintah. Semua pihak yang berkepentingan harus duduk bersama mendengarkan masukan-masukan. "Atau lebih ekstrem lagi, jeritan-jeritan masyarakat tentang nasib orang-orang kecil. Jadi, tidak hanya di belakang saja, harus tampil, melihat, merasakan," ucap dia.
Dia menegaskan, sudah saatnya masyarakat Maluku Utara dapat hidup berkecukupan, bahagia, damai dan sejahtera, baik menyangkut dengan kesejahteraan ekonomi, pendidikan maupun kesehatan yang memadai.
"Saya kira ini harus dipikirkan bersama oleh orang-orang yang diberikan amanah untuk melayani dan memberikan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat. Kalau itu sudah dilaksanakan, maka, insya Allah, Moloku Kie Raha akan menjadi negeri yang dicontohi oleh daerah-daerah di provinsi lain," kata dia.
Pewaris Sultan Nuku itu berpesan agar masyarakat selalu mewarisi dan mencontoh sikap dan tindakan yang pernah ditunjukkan leluhur sebelumnya, seperti Muhammad Syaidul Jehad Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku (Sultan Nuku), Sultan Babullah, Sultan Khairun, Sultan Jainal Abidin Syah, dan para leluhur lainnya yang memiliki jiwa tulus membangun daerah.
"Mereka ini harus dijadikan figur yang patut diteladani, bagaimana mengelola sebuah pemerintahan yang baik, sebuah kekuasaan yang baik, dan kekuasaan bukan untuk kekuasaan tapi kekuasaan untuk masyarakat," ucap Sultan Tidore.