Sukses

Derita Anak Rimba Jambi Terjerat Kurang Gizi dan Cacingan

Anak Rimba Jambi sangat rawan menderita cacingan dan kekurangan gizi karena wilayah tinggal mereka semakin menyempit.

Liputan6.com, Jambi - Selasa, 9 Agustus 2016, bertepatan dengan Hari Masyarakat Adat Sedunia. Namun kabar duka datang dari Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi. Seorang anak rimba berumur 5 tahun bernama Merangkuan meninggal dunia akibat komplikasi akut.

Rusli selaku fasilitator kesehatan Komunitas Konservasi Indonesia WARSI yang mendampingi Orang Rimba mengatakan, Merangkuan meninggal dunia di Rumah Sakit Raden Mattaher Kota Jambi setelah berjuang melawan komplikasi penyakit hepatitis, radang otak, dan anemia berat.

Putra dari Bedinding, anggota kelompok Mangku Betangkai dan Tumenggung Ngadap itu sehari-hari tinggal di daerah Kasang Panjang, Sako Tulang, Makekal Ilir, yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), Kabupaten Tebo, atau sekitar empat jam perjalanan darat dari ibu kota Kabupaten Tebo, Muaratebo.

"Sempat menjalani perawatan medis sejak Minggu (7 Agustus 2016) di Puskesmas Pintas, kemudian Rumah Sakit Umum Tebo. Ia lalu dirujuk ke Rumah Sakit Raden Mattaher, Kota Jambi," ujar Rusli di Jambi, Rabu 10 Agustus 2016.

Menurut dia, saat dibawa ke rumah sakit kondisi bocah itu sudah kritis dan akhirnya dinyatakan meninggal dunia oleh pihak Rumah Sakit Raden Mattaher. Menurut Rusli, angka kesakitan dan kematian pada Orang Rimba Jambi terbilang tinggi yang disebabkan oleh banyak faktor.

Dilihat dari kasus yang menimpa Merangkuan, kemungkinan besar anemia akut yang dideritanya bersumber dari kekurangan pasokan makanan dan penyakit cacingan yang banyak diidap Orang Rimba. Kondisi itu menyebabkan daya tahan tubuh sangat rendah sehingga mudah tertular penyakit lain, seperti hepatitis dan peradangan otak.

"Kami berharap ada langkah konkret dan menyeluruh yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani kesakitan dan kematian Orang Rimba. Bisa melalui tindakan langsung ke kelompok-kelompok Orang Rimba, baik untuk melakukan sosialisasi hidup sehat, pengobatan massal dan juga melakukan pemberian vaksin dasar pada setiap Orang Rimba, terutama kelompok rentan seperti anak-anak," ujar Rusli.

Ia mengungkapkan, sebenarnya kondisi kesehatan Orang Rimba sudah sering disuarakan kepada para pihak, terutama pemerintah. Salah satunya, ancaman penyakit-penyakit kronis yang bisa menyerang Orang Rimba.

Berdasarkan studi Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman bekerja sama dengan Komunitas Konservasi Indonesia WARSI, prevalensi Hepatitis B sebesar 33,9 persen pada Orang Rimba. Hal ini menunjukkan empat dari 10 Orang Rimba atau lebih dari sepertiga populasi Orang Rimba mengidap penyakit Hepatitis B.

Penyakit yang disebabkan virus Hepatitis B (VHB) itu menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Kondisi kesehatan Orang Rimba belakangan semakin memburuk yang disebabkan semakin sempitnya ruang jelajah Orang Rimba.

"Selain melakukan tindakan nyata untuk pengobatan dan pencegahan kesakitan pada Orang Rimba, kami berharap pemerintah juga melindungi kawasan hidup Orang Rimba dengan mempertahankan kawasan hutan tersisa," kata Rusli.

2 dari 2 halaman

Ketakutan

Setelah Merangkuan meninggal, sejumlah warga rimba Jambi merasa ketakutan. Menti Gentar, salah satu pemimpin Orang Rimba di kelompok Tumenggung Ngadap mengatakan, sejumlah warga rimba di daerah Sako Tulang sudah pergi melangun (mengembara) akibat kejadian tersebut.

Sako Tulang merupakan daerah asal almarhum Merangkuan. Sedangkan, Menti Gentar yang bermukim di Sako Nini Tulang, sekitar 4 kilometer dari Sako Tulang ikut merasakan ketakutan.

Melangun atau mengembara merupakan kebiasaan Orang Rimba apabila terjadi kematian yang menimpa salah seorang warganya. Melangun dilakukan oleh seluruh warga kelompok dengan mencari tempat tinggal baru.

"Kami di rimba sering terjadi penyakit semacam ini. Saat ini anggota kelompok kami banyak yang sakit demam dan batuk, ada yang kuning juga dan deman kuro (malaria)," ujar Menti (30) dengan logat khas Orang Rimba.

"Kami berharap ada petugas kesehatan yang datang ke tempat kami, melakukan pengobatan dan juga memberi kami untuk tahan dengan penyakit itu," kata dia.

Menti mengatakan, ia dan warga rimba lainnya sudah mengetahui adanya hasil studi Lembaga Biologi Molekuler Eijkman tentang wabah hepatitis yang banyak menyerang Orang Rimba. "Kami takut mendengarkannya waktu itu. Makanya kami juga sudah pergi ke dinas kesehatan supaya ada tindakan dari pemerintah pada kami. Hanya saja belum ada tindakan," ujar bapak tiga anak itu.

Orang Rimba merupakan salah satu komunitas terpencil di Provinsi Jambi. Berdasarkan survei KKI Warsi pada 2010, populasi Orang Rimba mencapai sekitar 4.000 jiwa.

Jumlahnya menyebar di beberapa lokasi. Paling banyak terdapat di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Sebagian lagi tinggal di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) lalu berada di sepanjang jalur lintas tengah Sumatera.