Sukses

Ditipu, Petani Cokelat Kolaka Menggelandang 11 Tahun di Makassar

Petani cokelat atau kakao asal Kolaka Utara terpaksa hidup menggelandang di Makassar akibat piutang sebesar Rp 2 miliar tak kunjung dibayar.

Liputan6.com, Makassar - Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Hal itulah yang dirasakan Jufri (45), seorang petani kakao asal Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Selama 11 tahun, ia hidup menggelandang di Makassar, Sulawesi Selatan menunggu kepastian pembayaran kakaonya oleh PT Olam Indonesia Makassar, milik warga negara India yang terletak di Kawasan Industri Makassar (KIMA), Kecamatan Biringkanaya, Makassar.

Menurut Jufri, awalnya ia bertemu Arfan Arsyad yang merupakan Kepala Gudang PT Olam Indonesia Makassar pada 2005. Dalam pertemuan itu, Arfan menawarkan Jufri agar cokelatnya dimasukkan ke PT Olam Indonesia Makassar supaya mendapat keuntungan bagus.

Jufri yang tertarik dengan penawaran tersebut lalu mengirim kakao dari Kolaka Utara, Sultra, ke gudang PT Olam Indonesia Makassar, Sulsel, sebanyak 3.212 karung seberat 220.385 kg atau senilai Rp 2 miliar lebih.

"Saya masukkan biji kakao itu ke PT Olam dari tanggal 24 April 2005 hingga 7 Juli 2005. Semuanya total 220.385 Kg dan sampai saat ini sepeser pun belum dibayar," keluh Jufri.

Dugaan penipuan yang dilakukan PT Olam Indonesia, kata Jufri, telah dilaporkan ke Polsek Biringkanaya Makassar. Namun, tak ada tindak lanjut yang serius. Ia kemudian melaporkan kembali dugaan penipuan tersebut ke Polres Makassar Timur, tapi lagi-lagi tak ada hasil.

Tak putus asa, Jufri kembali melapor ke Polda Sulsel dan akhirnya penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel menetapkan Arfan Arsyad sebagai tersangka. Kasus itu berhasil tembus persidangan Pengadilan Negeri Makassar dengan vonis hukuman yang dijatuhkan kepada Arfan berupa hukuman pidana 6 bulan percobaan.

"Arfan terbukti bersalah dan melakukan tindak pidana penipuan sehingga dijatuhi hukuman percobaan 6 bulan. Hukuman itu tak ia jalani karena dianggap sebagai percobaan," ucap Jufri sambil memperlihatkan dokumen amar putusan tersebut.

Usai vonis, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulsel kembali mengembangkan penyidikan atas kasus dugaan penipuan yang dialami Jufri. Selama kurun waktu 2007-2009, proses penyidikan berjalan dan akhirnya penyidik melakukan tiga kali gelar perkara kasus ini.

Gelar perkara pertama kali digelar pada Senin 6 November 2006, kemudian kembali digelar pada hari Rabu 16 September 2009 serta terakhir digelar pada Senin 25 Oktober 2010.

"Hasilnya penyidik menetapkan tersangka kedua, yakni Andi Faik yang merupakan manajer PT Olam Indonesia Makassar. Namun hingga saat ini, Faik tak kunjung diseret. Bahkan, kasus ini pun hilang begitu saja," tutur Jufri sambil memperlihatkan berkas surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang menetapkan Andi Faik sebagai tersangka.

Atas peristiwa ini, Jufri tak lagi berharap banyak dari penanganan kasusnya. Ia hanya menginginkan bantuan pemerintah agar bisa mendesak PT Olam Indonesia membayarkan biji kakaonya yang telah diambil senilai Rp 2 miliar lebih.

"Sampai saat ini, saya tak berani pulang ke kampung halaman di Kolaka Utara karena akan ditagih uang biji Kakao yang juga sebagian merupakan kakao titipan keluarga saya di sana," ucap Jufri.

Terpisah, Jafar, Manajer PT Olam Indonesia Makassar mengatakan kalau kasus penipuan yang menimpa petani asal Kolaka itu ditangani oleh pengacara PT Olam Indonesia bernama Ayu agar bisa dijelaskan mendetail.

"Soalnya saya tidak tahu persis kasus H Jufri karena itu kasus tahun 2005, sedang saya gabung ke PT Olam Indonesia nanti pada tahun 2010," kata Jafar.

Sementara, nomor telepon Ayu, pengacara PT Olam Indonesia Makassar tak dapat dihubungi.