Liputan6.com, Makassar - Dunia pendidikan kini kerap diwarnai kasus pidana. Silang pendapat sering kali berubah menjadi kasus pelik yang berujung pidana. Sejumlah kasus menunjukkan ruang gerak guru dalam mendidik kedisiplinan siswa menjadi lebih longgar karena khawatir dianggap menyalahi aturan perundang-undangan.
Liputan6.com merangkum lima konflik pelik yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
1. Guru SMKN 2 Makassar Dihajar Bapak-Anak
Advertisement
Kejadian penganiayaan bermula saat Dasrul, guru arsitektur SMKN 2 Makassar menegur pelaku, MAS, siswa SMKN 2 Makassar, karena tak mengerjakan tugas pekerjaan rumah. Bukan mengakui kesalahan, MAS malah membalas teguran dengan nada suara keras. Dasrul pun memukul pundak MAS.
Tak terima dengan perlakuan gurunya itu, MAS lalu menelepon bapaknya, Adnan. Selang beberapa menit, Adnan datang ke sekolah bertemu MAS selanjutnya keduanya hendak menemui Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) SMKN 2 Makassar.
Saat menuju ruangan Wakepsek, keduanya tiba-tiba berpapasan dengan Dasrul. MAS lalu memberitahu bapaknya dan menunjuk Dasrul seraya memberitahu bapaknya bahwa Dasrul yang memukul dia.
Adnan pun menghentikan langkah Dasrul dan menanyakan alasan pemukulan terhadap anaknya. Dasrul menjawab bahwa anak Adnan nakal.
Tak terima jawaban Dasrul, Adnan lalu memukul wajah Dasrul sehingga hidung dan pelipis Dasrul terluka mengeluarkan darah. Melihat kondisi Dasrul yang pusing akibat tonjokan Adnan, MAS pun mengambil kesempatan memukul Dasrul juga.
Melihat kegaduhan tersebut, siswa SMKN 2 Makassar yang sedang berada dalam ruangan sontak berlarian membantu Dasrul dan melawan Adnan dan anaknya. Keduanya pun kabur keluar sekolah.
Keduanya kini menjadi tersangka penganiayaan dan ditahan di Polsek Tamalate. Namun, Adnan, tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap guru SMKN 2 Makassar, Dasrul melawan. Ia melaporkan balik Dasrul dengan tudingan penganiayaan pada anaknya MAS (15), siswa SMKN 2 Makassar pada Rabu, 10 Agustus 2016.
Baca Juga
Pelaporan itu dibuat di polsek yang sama tempat ia ditahan, yakni Polsek Tamalate Makassar.
"Saya sudah laporkan balik Dahrul guru arsitek SMKN 2 Makassar tersebut," kata Adnan dari balik jeruji sambil memperlihatkan bukti laporannya tersebut, Kamis, 11 Agustus 2016.
2. Guru Cubit Murid di Sidoarjo
Muhammad Samhudi, seorang guru SMP di Sidoarjo, Jawa Timur, yang memberi hukuman pada siswanya dengan memukul dan mencubit, divonis 3 bulan dengan masa percobaan 6 bulan. Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jawa Timur menjatuhkan vonis terhadap Samhudi pada sidang yang digelar Kamis, 4 Agustus 2016.
Hakim menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara dengan enam bulan masa percobaan. "Semua bukti yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi unsur pidana. Berdasarkan pertimbangan tersebut, terdakwa kami nyatakan bersalah," kata Rini Sesuni saat membacakan amar putusan di persidangan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. "Karena keprofesian terdakwa masih diperlukan serta adanya iktikad baik perdamaian antara kedua belak pihak, dan terdakwa belum pernah berurusan dengan hukum," kata Rini masih dalam pembacaan amar putusan.
Pihak Samhudi masih berpikir untuk mengajukan langkah hukum selanjutnya atau banding atas vonis tersebut.
Samhudi, guru SMP Raden Rahmad, Kecamatan Balongbendo Sidoarjo itu dilaporkan orangtua murid yang dihukum karena tidak mengikuti ibadah Salat Duha pada 3 Februari lalu. Hukuman yang diterima murid tersebut di antaranya dicubit tangannya.
Pada sidang tuntutan yang digelar Kamis, 14 Juli 2016, JPU menuntut Samhudi enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun karena dinilai bersalah telah melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak. Meski dalam rangka mendidik, kata Jaksa, tindakan mencubit tidaklah dibenarkan.
Rambut dan Gila
3. Potong Paksa Rambut Bu Guru
Jamilah binti M Yusuf nama lengkapnya. Perempuan kelahiran Punggur, 1 Agustus 1977 itu bekerja sebagai guru honorer SDN 20 Sungai Radak Baru, Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya, sebuah desa terpencil di Kalimantan Barat. Â
Baktinya sebagai guru malah berbuah pahit. Jilbabnya dilepas dan rambutnya dipotong oleh orangtua siswa yang marah. Insiden itu bermula saat ia menertibkan dua siswa laki-lakinya yang melanggar aturan karena berambut panjang.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Terentang, Kabupaten Kubu Raya, Beri Robiansyah menuturkan, Jamilah tidak serta merta menindak tegas. Teguran lewat kata-kata disampaikan berulang kali pada kedua siswa kelas V SD berinisial PR dan DJ.
Teguran itu tidak digubris kedua siswanya. Mereka tetap bandel memanjangkan rambut hingga akhirnya Jamilah bertindak. Ia memutuskan memotong sendiri rambut kedua siswanya pada Kamis pagi, 19 Mei 2016, sekitar pukul 08.00 WIB.
Tindakan Jamilah memotong rambut siswanya memancing kemarahan kedua orangtua siswa. Pada sore harinya, mereka bergegas mendatangi rumah dinas Jamilah di Perumahan Dinas Transmigrasi di Desa Radak Baru, sekitar pukul 17.15 WIB. Ayah para siswa berinisial Su dan ES mendapati Jamilah sedang berada di teras rumah.
"Datanglah tiba-tiba langsung menggunting rambut, tidak ada tindakan lain. Di bagian belakang. Tidak dicukur habis hanya sebagian saja. Dipotong rambut saja. Bukan digundulin. Hanya dipotong," tutur Robi.
Penjelasan senada juga disampaikan Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Yanuari Massudi. Ia diberitahu jika saat insiden potong rambut Bu Guru itu, kedua ayah siswa yang marah tidak menanyakan terlebih dulu alasan Jamilah memotong rambut kedua siswa.
"Informasi yang saya dapat, orangtuanya ke guru tersebut, dan langsung memegang dua tangannya. Jilbab dibuka kemudian dipotong rambutnya seperti guru memotong rambut anaknya," tutur Yanuari. Â
Yanuari mengungkapkan, setelah kejadian tersebut, Bu Guru langsung melaporkan perlakuan itu ke Polsek Terentang. Ia juga sempat takut hingga akhirnya pulang ke keluarganya. Namun, Jamilah yang mengajar untuk semua kelas di SD itu dikabarkan sudah kembali ke Terentang.
"Tidak ada tindak pukulan, hanya memegang tangan dan buka jilbab lalu digunting. Dipangkas rambutnya. Setelah itu, langsung melapor ke Polsek Terentang," ucap Yanuari.
4. Sebutan Gila saat Belajar di Kelas
Dengan ditemani orangtuanya Damanuri, Moh Mizan (16), pelajar SMK Negeri Udanawu, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mendatangi Mapolresta Blitar.
Warga Desa Selokajang, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar itu melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh gurunya, Judi Santoso terhadap dirinya.
Mizan ditampar oleh Judi saat proses belajar-mengajar sedang berlangsung. Bahkan, sang guru juga mengancam akan membunuh pelajar tersebut hanya gara-gara celotehan dan sebutan gila pada dirinya.
Kejadian berawal saat Moh Mizan dan teman-teman sekolahnya mengikuti proses belajar-mengajar di dalam kelas. Saat Moh Mizan menulis, tiba-tiba Judi Santoso masuk ke dalam tanpa mengucapkan salam. Namun, salah satu pelajar yang bernama Bahrudin yang biasa dipanggil Gendeng menjawab salam.
Sementara itu, pihak sekolah melalui wakil kepala sekolah menyatakan masalah pemukulan kepada siswa itu sebenarnya sudah diselesaikan secara kekeluargaan.
Kini kasus kekerasan pelajar tersebut masih dalam penanganan pihak Mapolresta Blitar dan dalam waktu dekat polisi akan segera memanggil pihak sekolah.
Advertisement
Pemeriksaan Kuku
5. Pemeriksaan Kuku oleh Megawati
Ramadhan (7), siswa kelas 1 SD Rama Sejahtera, Kecamatan Panakukang, Makassar, terpaksa tak masuk sekolah sejak Senin, 11 April 2016. Jemari tangan kirinya masih bengkak dan membiru setelah tak lolos pemeriksaan kuku di sekolah.
Jemari anak bungsu Daeng Sawala itu terluka akibat pukulan sapu ijuk Megawati, wali kelas Ramadhan. Kejadian nahas itu berlangsung di dalam kelas pada Sabtu, 9 April 2016.
"Saya belum izinkan ke sekolah karena tangan anak saya masih bengkak. Dia mau dibawa berobat ke rumah sakit karena ruas tulang jari kirinya sudah tidak seperti biasanya," ucap Daeng Sawala kepada Liputan6.com, Selasa, 12 April 2016.
Atas perlakuan yang diterima anaknya, Daeng Sawala berencana mempolisikan Megawati. Namun, ia berubah pikiran setelah bertemu dengan Wakil Kepala SD Rama Sejahtera, Asma dan wali kelas anaknya, Megawati. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 30 menit itu disimpulkan bahwa sekolah akan bertanggung jawab atas kesembuhan Ramadhan.
"Biar kami yang urus dan bawa ke dokter spesialis. Jangan ke dokter umum," kata Asma kepada Liputan6.com.
Meski demikian, ia mengaku tak yakin jika staf pengajarnya memukul Ramadhan dengan sapu. Maka itu, ia belum memberikan sanksi apa pun kepada Megawati.
Ditemui terpisah, Megawati yang dikonfirmasi mengatakan tidak pernah memukul siswanya dengan sapu, melainkan hanya dengan tangan. Ia juga mengakui bahwa setiap Sabtu selalu dilaksanakan pemeriksaan kuku.
"Saya tidak pakai sapu tapi tangan, itu juga saya lupa-lupa ingat. Tapi memang setiap Sabtu ada pemeriksaan kuku," ucap Megawati.
Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto meminta agar orangtua Ramadhan melaporkan kejadian itu ke polisi. Laporan itu sekaligus menjadi pelajaran kepada guru untuk tidak berlebihan menghukum siswa.
"Saya hanya bisa prihatin kalau sudah seperti ini. Tapi biar jadi pelajaran, suruh orangtua murid itu lapor ke kantor polisi," kata Danny, panggilan akrab Pomanto, Rabu, 13 April 2016.