Liputan6.com, Medan - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menurunkan tim ke Medan terkait bentrok antara warga Sari Rejo dengan TNI AU. Dalam bentrok tersebut, sejumlah warga dan dua jurnalis mengalami penganiayaan.
Komisioner Sub-Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan pihaknya akan mengumpulkan data-data dan fakta dari masyarakat. Mereka juga akan menelusuri adanya dugaan pelanggaran HAM dalam bentrok di Sari Rejo, Medan Polonia, Kota Medan, Sumatera Utara.
"Kami akan meninjau lokasi dan melakukan olah TKP. Hari juga kami akan mengumpulkan data dan fakta dari masyarakat korban kekerasan diduga dilakukan oknum TNI AU," kata Natalius di Medan, Kamis, 18 Agustus 2016.
Selain persoalan bentrok, kata Natalius, Komnas HAM juga akan menelaah akar persoalan yang disebut mengenai sengketa tanah antara warga Sari Rejo dengan pihak TNI AU.
"Kita akan berupaya mendapatkan hasil yang direkomendasikan dan menyenangkan semua pihak," ucap dia.
Natalius menerangkan, setelah melakukan olah TKP dan menemui warga Sari Rejo, Komnas HAM menjadwalkan bertemu dengan Pangdam I/ Bukit Barisan Mayjen Lodewick Pusung dan Komandan Lanud Soewondo Kolonel Arifien Sjahrir.
"Persoalan ini akan dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Komnas HAM. Jika ditemukan pelanggaran HAM berat, akan dipakai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kalau saat ini, kita belum bisa mengatakan adanya pelanggaran," tutur dia.
Dugaan adanya pelanggaran HAM muncul setelah personel TNI AU diadukan telah bertindak represif terkait unjuk rasa warga Sari Rejo pada Senin, 15 Agustus 2016.
Baca Juga
Dalam unjuk rasa tersebut terjadi bentrok antara kedua belah pihak. Akibatnya, 10 orang warga terluka, termasuk dua jurnalis karena dianiaya aparat TNI AU.
Stop Intimidasi
Sementara itu, puluhan wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), dan Ikatan Jurnalistik Televisi Indonesia (IJTI) berunjuk rasa menentang intimidasi terhadap jurnalis yang terjadi di Sumatera Utara.
Para wartawan yang terkonsentrasi di Tugu Pers Bengkulu melakukan long march ke kawasan Benteng Marlborough dan pintu gerbang kawasan China Town. Selanjutnya, mereka berorasi setelah kembali ke pelataran Tugu Pers.
Ketua Dewan Kehormatan Daerah PWI Bengkulu Riuslan Paguci dalam orasinya mengecam keras tindakan anggota TNI AU di Sumatera Utara yang memukuli dan menginjak wartawan Tribun dan MNCTV saat meliput unjuk rasa warga Sari Rejo.
"Setop otoritas gaya Orde Baru yang mengintimidasi kami pekerja pers," seru Riuslan disambut pekik Allahu Akbar peserta aksi solidaritas.
Ketua PWI Cabang Bengkulu Zacky Anthoni menyerukan kepada para pihak, baik aparat maupun pejabat, untuk tetap menjaga iklim demokrasi dan kemerdekaan pers yang sudah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"UU 40 Tahun 1999 itu adalah kado demokrasi dan kado reformasi. Intimidasi sudah bukan zamannya lagi, kemerdekaan pers dilindungi undang-undang. Kami mengecam keras tindakan itu dan meminta persoalan ini diusut secara tuntas," ungkap Zacky.
Koordinator bidang Advokasi AJI Bengkulu Firmansyah mengatakan jurnalis merupakan penyuara kebenaran, jeritan masyarakat tertindas dan fungsi sosial kontrol lain. "Kami bersama rakyat, kami menyuarakan kebenaran, jangan intimidasi kami," kata Firmansyah.