Liputan6.com, Makassar - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulawesi Selatan membongkar sindikat pembuat surat tanah palsu. Sindikat ini menjadi biang keladi maraknya sengketa lahan yang merugikan masyarakat kecil di beberapa daerah Sulsel, termasuk Kota Makassar.
Kedua orang terduga anggota sindikat pemalsu dokumen tersebut adalah Syarif (68) mantan pegawai BRI yang merupakan warga Maros Baru, Kabupaten Maros, Sulsel. Serta, Hasanuddin (47), warga Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.
"Syarif dan Hasanuddin selama ini melakoni pembuatan surat tanah palsu berupa surat tanda pendaftaran sementara, surat keterangan objek/subjek pajak bagi siapa saja yang memesan," ucap Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Frans Barung Mangera di ruangan kerjanya, Jumat 20 Agustus 2016.
Advertisement
Menurut Barung, Syarif sudah tiga tahun menjalani pekerjaan haramnya tersebut. Sedangkan Hasanuddin sudah empat tahun menjalani aksinya.
Kedok kedua pelaku terbongkar saat Ditreskrimum Polda Sulsel di bawah kepemimpinan Kombes Erwin Zadma diinstruksikan oleh Kapolda Sulsel Irjen Pol Anton Charliyan untuk mengungkap sindikat mafia tanah yang belakangan terdengar di dalamnya ada bermain sejumlah anggota kepolisian.
Alhasil, imbuh Barung, banyak laporan masyarakat yang ditangani di bagian tanah dan bangunan Ditreskrimum Polda Sulsel hampir semuanya mentah alias dimainkan oleh oknum penyidik yang tergabung dalam mafia tanah tersebut.
Baca Juga
Dari hasil penggeledahan terhadap rumah Syarif ditemukan beberapa barang bukti kejahatan yang dilakoninya selama tiga tahun. Yakni, 13 lembar blangko tanda pendaftaran sementara tanah milik negara, 37 lembar surat ketetapan iuran pembangunan daerah, dan 46 lembar kertas kosong yang dibuat seakan kertas tersebut sudah berusia tua (dituakan).
Barang Bukti
Selanjutnya, menurut Barung, kembali ditemukan 17 lembar kosong surat ketetapan iuran pembangunan daerah, 26 lembar kosong surat ketetapan iuran pembangunan daerah berlambang IPEDA, tujuh rangkap blangko kosong akta jual beli, satu lembar blangko kosong "simana boetaja tanae" yang artinya riwayat tanah, dan satu rangkap blangko kosong Sertifikat Hak Milik (SHM).
Ditemukan pula dua lembar blangko kosong surat keterangan objek pajak, dua mesin ketik, 40 buah pulpen, dua cutter, 18 buah stempel, satu pelubang kertas, satu bantalan stempel yang seluruhnya diduga untuk pembuatan surat palsu.
Sementara pada rumah Hasanuddin juga didapatkan alat bukti sama yang berkaitan dengan kejahatan membuat surat tanah palsu yang dilakoninya selama empat tahun. Yakni, 18 lembar surat keterangan objek pajak, 26 lembar surat keterangan iuran pembangunan daerah, 10 rangkap akta jual beli, dan 17 lembar riwayat tanah "simana boetaja tanae".
Selain itu, lanjut Barung, bukti lain berupa dua lembar kertas kosong yang sudah dibuat kelihatan tua alias dituakan, 17 rangkap blangko Sertifikat Hak Milik, satu lembar surat pemberitahuan, empat lembar peta, 25 lembar surat PBB, tujuh pulpen khusus, dua bungkus teh cap Gunung Es, tiga bantalan stempel, enam lembar surat Departemen Keuangan RI, dan empat lembar surat riwayat tanah.
Serta, empat surat penyataan tanah, dua rangkap surat permohonan, dua rangkap permohonan mendapatkan izin, satu bundel buku F Kecamatan Biringkanya, Makassar, 87 lembar surat pendaftaran sementara, 22 lembar pajak hasil bumi, satu bundel fotokopi buku C, stempel, dan mesin ketik.
"Kedua pelaku membuat blangko atau kertas yang dibuat seakan usianya tua atau berubah warna menjadi kecokelatan dengan cara kertas yang sudah berupa format itu dimasukkan ke dalam cairan teh yang sudah direbus selama 2-3 jam selanjutnya dijemur. Setelah dijemur hasilnya kertas dokumen tersebut akan mirip kertas yang sudah tua," ujar Barung.
Surat tanah palsu hasil karya jahat kedua pelaku terakhir dipesan oleh Manna Daeng Nai (53), seorang petani asal Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros. Manna memesan kepada pelaku Syarif untuk dibuatkan surat tanah palsu yang selanjutnya Syarif memesan kembali kepada pelaku Hasanuddin dan kemudian dibuatlah surat tanah palsu tersebut.
"Nah kemudian surat palsu tersebut digunakan sebagai jaminan untuk meminjam uang kepada Hairul Saleh sebesar Rp 4 juta," tutur Barung.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat tindak pidana Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP. Saat ini, keduanya menjalani pemeriksaan di Dit Reskrimum Polda Sulsel.
"Kasus ini juga kita akan terus kembangkan untuk mengungkap surat tanah palsu ini telah dipergunakan oleh siapa saja untuk melakukan tindak kejahatan. Tentu kita akan ungkap jaringan sindikat mafia tanah ini yang cukup lama meresahkan warga Sulsel," Barung menegaskan.
Dari hasil interogasi terhadap kedua terduga pemalsu dokumen tersebut, anggota Dit Reskrimum Polda Sulsel lalu menangkap Manna Daeng Nai (53) petani asal Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros. "Yang bersangkutan kita juga telah amankan dan kami meminta korban yang telah dirugikan Manna untuk melapor resmi agar bisa diproses lebih lanjut," Barung menandaskan.