Liputan6.com, Palembang – Varian narkoba semakin variatif dan menargetkan lebih banyak kalangan usia muda. Setelah beredar obat cacing dicampur sabu di Palembang, kali ini ditemukan permen narkoba berjenis Lysergyc Acid Diethylamide (LSD) dengan bentuk yang lucu-lucu yang menargetkan anak-anak PAUD.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan hal tersebut saat menyambangi Pondok Pesantren Ar-Rahman di Desa Tegal Binangun, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
"Saya dapat informasi dari Deputi BNN Pusat, ada jenis permen yang luarnya diolesi narkoba jenis LSD. Mereka membidik anak-anak PAUD sebagai market pengguna mereka. Saya sudah melihat korbannya sendiri di Makassar, dari usia 4 tahun hingga 7 tahun," ujar Khofifah, Minggu, 21 Agustus 2016.
Bentuk permen itu berwarna-warni yang menarik perhatian anak-anak. Harganya sangat terjangkau, antara Rp 1.000 hingga Rp 3.000.
Selain di Makassar, jenis makanan lain yang bisa membuat orang mabuk juga ditemukan di Surabaya yaitu kopi Bunga Kecubung. Bunga kecubung itu dijadikan seperti serbuk kopi. Jika diseduh dan diminum, kopi itu berefek seperti orang yang mengonsumsi narkoba.
"Kalau pengguna ganja dan sabu, 60 persen potensial mengalami gangguan psikotik di segala usia. Kalau anak-anak, asal segera mendapatkan terapi, proses rehabilitasi akan lebih mudah. Kita bersama harus mengetahui update dari format zat adiktif, terutama yang dicampur dengan makanan, permen dan lainnya," ujar Khofifah.
Baca Juga
Khofifah mengatakan anak-anak rentan masuk dalam lingkaran mafia narkoba. Pasalnya, mafia narkoba lebih tertarik mengajak anak-anak untuk jadi kurir narkoba karena masa hukuman lebih sedikit dibandingkan orang dewasa. Ditambah lagi ada jika mendapatkan bebas bersyarat dan remisi.
Dari data BNN Pusat, total dana transaksi pembelian narkoba pada 2014 sebesar Rp 63 triliun dan meningkat pada 2015 sebesar Rp 72 triliun.
Untuk menekan jumlah konsumsi narkoba di Indonesia, Kemensos RI melakukan berbagai program, seperti membentuk Laskar Anti Narkoba Nahdatul Ulama (NU), Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk pengguna Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta Call Centre untuk berkonsultasi bebas pulsa di 1500171.
"Kita targetkan ada 160 IPWL dan hingga Desember 2016 mendatang, ada 15.430 ribu korban penyalahgunaan narkoba yang bisa direhabilitasi. Masing-masing IPWL punya target sendiri, baik berbasis panti maupun non-panti," ujar dia.
Minim Perhatian
Meski sudah berkontribusi, perhatian pemerintah terhadap IPWL, khususnya yang berbentuk pondok pesantren masih minim. Ketua Ponpes Ar-Rahman, Sukarman mengatakan, sangat jarang pejabat mau datang ke pondok pesantrennya. Khususnya Gubernur Sumsel, ia tidak pernah datang saat diundang.
"Sudah sekitar 20 kali diundang, tapi Gubernur Sumsel tidak pernah datang. Yang datang terakhir itu mantan Gubernur Sumsel, Syahrial Usman. Kalau di sini, ada 15 orang santri yang tamat SMA mengikuti rehabilitasi narkoba. Bahkan, santri yang masuk ke rehabilitasi Ponpes Ar-Rahman berasal dari luar Sumsel," kata Sukarman.
Beberapa santri rehabilitasi narkoba lainnya berasal dari Medan bahkan Malaysia. Bahkan, salah satunya Ahmed dari Malaysia yang sudah sehat sejak keluar dari Ponpes Ar-Rahman dan melanjutkan hidupnya di Jerman.
Di ponpes ini, santri rehabilitasi narkoba mendapatkan berbagai pendalaman ilmu, seperti program rehabilitasi, pendidikan agama, edukasi hukum dari tim pengacara hingga keterampilan tangan.