Liputan6.com, Pontianak - Wacana kenaikan harga rokok juga menghangat di Kalimantan Barat. Wali Kota Pontianak, Sutarmidji, mendukung dan bahkan mengusulkan harga rokok di atas Rp 100 ribu. Menurut dia, biaya yang dikeluarkan untuk pemulihan dampak terpapar asap rokok sangat besar.
"Orang jangan salah, dampak bagi orang yang menghirup asap rokok yang dikeluarkan dari perokok lebih besar daripada perokok itu sendiri," kata Sutarmidji dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (23/8/2016).
Sutarmidji menyebutkan, data dari Rumah Sakit Paru-Paru yang ada di Pontianak menunjukkan sedikitnya 3.000 orang ditangani akibat dampak terpapar asap rokok. Dari jumlah itu, sebanyak 179 orang berasal dari Kota Pontianak. Umumnya mereka adalah bukan dari kalangan perokok, tetapi orang yang terdampak asap rokok dalam ruangan.
Baca Juga
"Bukan melarang orang untuk merokok sebab itu haknya, tetapi yang paling kita hindari yakni dampak masyarakat yang tidak merokok menghirup asap yang dikeluarkan oleh perokok. Itu hak mereka yang harus kita lindungi," kata Sutarmidji.
Oleh sebab itu, di dalam ruangan tertutup dilarang merokok, karena akan mengganggu orang lain. Larangan merokok di dalam ruangan itu untuk melindungi orang yang tidak merokok.
"Nah, kalau di ruangan terbuka, mereka mau kunyah rokok itu sampai 30 batang sekali pun terserah, tetapi di ruang terbuka. Kalau ruang tertutup, orang lain yang jadi korban," kata Sutarmidji.
Namun bila masih saja ada yang nekat merokok di dalam ruangan, ia pun memberi syarat yang mumpuni dan tak mungkin sanggup dipenuhi oleh perokok.
"Saya sarankan, boleh merokok di dalam ruangan, tetapi asapnya harus ditelan, tidak boleh ada yang keluar," ujar Sutarmidji berkelakar.
Ancaman Pejabat Merokok
Orang nomor satu di Pemerintah Kota Pontianak ini mampu mengajak seluruh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk berhenti merokok. Tidak ada lagi kepala SKPD di jajarannya yang merokok lantaran ketegasannya melarang merokok.
Advertisement
Dia memberi pejabat itu dengan dua opsi, yakni memilih antara mempertahankan jabatannya atau menolak berhenti merokok dengan konsekuensi dicopot.
"Kalau ada kepala SKPD atau camat yang masih merokok, beritahu saya, saya pastikan langsung saya ganti," kata dia.
Menurut Sutarmidji, aktivitas merokok bisa mempengaruhi kinerja seseorang, terutama efisiensi waktu. Sebagai gambaran, ia pernah bertanya kepada pegawai yang menghabiskan empat bungkus rokok dalam sehari, berapa bungkus rokok yang dihabiskannya selama jam kerja mulai pukul 07.15 -15.15 WIB. Dijawab yang bersangkutan satu bungkus lebih.
Suarmidji menjelaskan berarti si pegawai itu menghabiskan sebungkus rokok selama jam kerja dengan jumlah 20 batang rokok. Bila sebatang rokok ia meluangkan waktu selama 6 menit, dikalikan 20 batang maka waktu yang terbuang hanya sekadar untuk merokok selama 120 menit atau dua jam.
Â
"Artinya dua jam itu yang seharusnya dimanfaatkan untuk dia bekerja, terbuang hanya untuk dia merokok," ujar dia.
Sutarmidji mengancam akan menindak tegas bagi pelajar yang ditemukan merokok. Para pelajar akan dirazia dan diperiksa giginya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan merokok atau tidak.
Bila ditemukan pelajar yang merokok, Sutarmidji mengancam akan mencabut pendidikan gratis bagi siswa bersangkutan.
"Kalau dia merokok, dia harus membayar iuran sekolah sebesar Rp 1,8 juta per tahun," ucap Sutarmidji.