Liputan6.com, Tegal - Aksi bajak laut atau perompak yang mengancam nelayan saat melintas di perairan Kalimantan dan Sumatera sudah lama terjadi. Kendati demikian, nelayan ataupun nakhoda kapal yang menjadi korban perompak tidak berani melapor karena dihinggapi rasa takut karena diancam.
Menurut seorang tokoh nelayan di Tegal, Jawa Tengah, Tambari, rata-rata nelayan yang melaut hingga ke perairan Kalimantan dan Sumatera pasti pernah mengalami bagaimana menjadi korban aksi perompak.
"Ya rata-rata nelayan yang sering melintas di perairan sekitar Kalimantan dan Sumatera pernah mengalami itu (perompakan). Aksi seperti itu sudah lama terjadi, makanya sampai sekarang nelayan merasa was-was dibayang-bayangi aksi perompakan," ucap Tambari di Tegal, Jateng, Senin 22 Agustus 2016.
Akibatnya, sekitar 50 persen nelayan di Pantura Tegal tidak berani melaut karena khawatir menjadi sasaran bajak laut yang selama ini meresahkan.
"Sekitar 50 persen lah nelayan di Pantura Tegal tidak melaut karena takut. Ya jumlahnya sekitar 300 an kapal, rata-rata kapal cantrang dan cumi," sambung dia.
Ia menuturkan, perompakan yang dialami para nelayan saat beroperasi di perairan Kalimantan dan Sumatera itu terjadi saat kapal nelayan menepi di sebuah pulau karena diterjang badai.
"Saat akan menepi itulah, para perompak bersenpi melancarkan aksinya. Para perompak sepertinya sudah mengintai saat kapal nelayan menepi. Pas mau berangkat melaut, kami dihadang dan merampas apa saja barang-barang dikapal termasuk stok bahan bakar solar dan hasil tangkapan," jelas dia.
Baca Juga
Ia mengaku pernah menjadi korban aksi perompakan yang terjadi beberapa bulan lalu di perairan Sumatera. Saat itu, perompak meminta pasokan bahan bakar minyak dan hasil tangkapan ikan dan cumi-cumi.
"Nakhoda dan anak buah kapal kami tidak bisa berbuat apa-apa. Karena diancam dan akhirnya diberikanlah apa yang mereka (perompak) minta," kata dia.
Advertisement
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada nelayan yang sedang mencari ikan di perairan Indonesia.
"Kami ini bukan pencuri kok, kami menghidupi anak istri. Mencari ikan di sana (perairan Sumatra dan Kalimantan) masih menjadi wilayah negeri kita. Kenapa kok sampai ada aksi kejahatan laut seperti itu," keluh dia.
Tambari mengatakan, aksi perompakan sudah beberapa kali dilaporkan ke aparat petinggi TNI AL di bawah koordinasi Menko Polhukam.
"Sudah beberapa kali aksi perompak dilaporkan ke Bakorkamlah pada laksamana bintang 2 TNI AL di bawah Menko Polhukam. Mereka tanya oknum nama siapa yang menjadi beking perompak. Tapi nakhoda tidak berani bilang karena takut diancam," jelas dia.
Di sisi lain, kata Tambari, nelayan juga diresahkan dengan aparat yang menggelar patroli laut dan memeriksa perlengkapan dokumen dan alat tangkap kapal.
Aparat itu berasal dari berbagai institusi penegak hukum baik kepolisian maupun TNI Angkatan Laut. Adapun sasaran aparat itu kapal nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang.
"Ya mungkin aparat menggelar operasi laut karena sebentar lagi cantrang akan dilarang pada Desember tahun 2016 ini,” katanya.
Sudah tiga bulan terakhir ini, empat kapal cantrang milik Tambari pun harus parkir di pelabuhan Tegal.
"Ya faktornya itu masih takut dan terbayang-bayang aksi perompak. Dan juga intensitas patroli laut yang sering kali dilakukan aparat," papar Tambari.